opini.floreseditorial.com, 5 Juli 2020
Jagat maya Facebook beberapa hari belakang, sejak Jumat (3/7/2020), ramai dengan isu seputar kehidupan kaum selibater. Ini bermula dari postingan sastrawan Indonesia asal NTT, Felix K. Nesi, yang menarasikan latar belakang pembekapan dirinya dalam jeruji besi selama semalam, di Polsek Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Jumat (3/7/2020) malam.
Dalam postingan di beranda Facebook-nya, penulis novel “Orang-orang Oetimu” ini menerangkan, dirinya berada di dalam sel karena memecahkan kaca jendela Pastoran SMK Bitauni, Paroki Kiupukan, Keuskupan Atambua, Timur Tengah Utara. Aksi tunggal pemecahan kaca jendela ini merupakan ekspresi emosional pribadinya.
Letupan emosional itu terlahir atas kekecewaannya terhadap seorang imam, yang dalam tulisannya disebut, Romo A, yang menurutnya tidak tepat berada di Komunitas Pastoran SMK Bitauni. Alasannya, imam bersangkutan telah melakukan skandal di salah satu paroki. Jadi, sangat bijak menurutnya, Romo A, ditempatkan di tempat yang tenang, yang bisa mendukung kegiatan reflektif. Bukan pada tempat yang dihuni banyak perempuan. Itu tidak akan menyelesaikan persoalan.
Substansinya adalah, Dia sangat tidak setuju, imam yang menurutnya skandal dengan perempuan itu ditempatkan di SMK Bitauni, yang nota bene banyak siswinya.
Hasrat ketidaksetujuan itu dinyatakan Pemenang Sayembara Novel DKJ 2018 ini, sekitar bulan Januari/Februari, dengan mendekati Romo Kepala SMK Bitauni, untuk mendesak, Romo A, pelaku skandal, hengkang dari tempat itu. Namun, harapan itu tidak terwujud, hingga adegan emosional pemecahan kaca jendela itu, Jumat (3/7/2020) terjadi.
Aksi Felix ini pun memantik beragam respon. Ada yang pro, ada yang kontra. Bagi yang pro, aksi Felix ini dilihat sebagai aksi peruntuhan menara klerikalisme Gereja.
Ekspresi Felix, bagi yang pro serentak mewartakan agar umat jangan tidur, diam, dan melemah di hadapan gembala yang “liar” dan “nakal”. Inilah cara untuk membongkar dan mengatasi “kebusukan” kaum selibat yang selama ini didiamkan, “disembunyikan” dan “diselamatkan” sesama kaum selibat. Lalu dengan entengnya “membuang” wanita yang telah menjadi korban “kebusukan” sang imam.
Sementara bagi yang kontra, aksi Felix ini dilihat sebagai ekspresi emosional, bukan advokasi kritis. Jika ingin Romo A dipindahkan dari tempat yang dihuni banyak perempuan itu, sangat bijak jika Felix mengadvokasi umat.
Sabda dari aksi Felix K. Nesi
Penulis merefleksikan dua hal substansi yang serentak bersifat imperatif dari aksi Felix Nesi yang sudah viral ini.
Pertama, kelihatan sekali Felix sangat emosional. Emosi dengan gembalanya yang skandal. Ekspresi emosional itu alasannya sangat rasional. Dan itu hal yang wajar.
Dasar atau latar belakang pemecahan kaca jendela merupakan sebuah dorongan kecintaan Felix bagi pemimpin religiusnya. Seperti dalam kisah Injil, Yesus marah kepada orang-orang yang berjualan di Bait Allah. Jadi, cinta itu tidak mesti diekspresikan dengan adegan romantis. Inilah cara Felix mengawasi kaum selibat, yang adalah gembala religiusnya.
Melihat ini, semestinya kaum selibat sadar bahwa umat sekarang, selain semakin kritis, juga sangat mencintai gembalanya. Karena itu, cintailah panggilan, cintailah tugas dengan mencintai umat tanpa pilih kasih.
Kedua, ekspresi pemecahan kaca jendala dapat dilihat sebagai ekspresi over emosional. Gelora emosionalnya lebih kuat dari pada dorongan rasional. Pemecahan kaca jendela merupakan aksi perusakan, yang tentu merupakan sebuah aksi melanggar hukum.
Karena itu, laporan pihak komunitas Pastoran Bitauni, Paroki Kiupukan, Keuskupan Atambua ini merupakan hal yang wajar dan rasional. Sebab, langkah komunitas itu bertujuan menyelamatkan warga komunitas serta aset komunitas dari ekspresi emosional Felix. Jadi, kaum pro Felix tidak mesti menyudutkan kaum selibat yang melaporkan Felix. Langkah komunitas merupakan suatu yang wajar dan rasional.
Seruan kritis umat sangat diperlukan dalam mengawasi kehidupan kaum selibat, agar tidak runtuh oleh naluri manusiawi liar. Namun, sikap kritis itu mesti diadvokasi dan disalurkan dengan pertimbangan rasional, bukan hanya dengan desakan emosional.
*) Penulis; Wartawan Floreseditorial.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar