Jumat, 20 Agustus 2021

Memaknai Aksi Sastrawan Felix K. Nesi

Rudi Haryatno *
opini.floreseditorial.com, 5 Juli 2020

Jagat maya Facebook beberapa hari belakang, sejak Jumat (3/7/2020), ramai dengan isu seputar kehidupan kaum selibater. Ini bermula dari postingan sastrawan Indonesia asal NTT, Felix K. Nesi, yang menarasikan latar belakang pembekapan dirinya dalam jeruji besi selama semalam, di Polsek Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Jumat (3/7/2020) malam.
 
Dalam postingan di beranda Facebook-nya, penulis novel “Orang-orang Oetimu” ini menerangkan, dirinya berada di dalam sel karena memecahkan kaca jendela Pastoran SMK Bitauni, Paroki Kiupukan, Keuskupan Atambua, Timur Tengah Utara. Aksi tunggal pemecahan kaca jendela ini merupakan ekspresi emosional pribadinya.
 
Letupan emosional itu terlahir atas kekecewaannya terhadap seorang imam, yang dalam tulisannya disebut, Romo A, yang menurutnya tidak tepat berada di Komunitas Pastoran SMK Bitauni. Alasannya, imam bersangkutan telah melakukan skandal di salah satu paroki. Jadi, sangat bijak menurutnya, Romo A, ditempatkan di tempat yang tenang, yang bisa mendukung kegiatan reflektif. Bukan pada tempat yang dihuni banyak perempuan. Itu tidak akan menyelesaikan persoalan.
 
Substansinya adalah, Dia sangat tidak setuju, imam yang menurutnya skandal dengan perempuan itu ditempatkan di SMK Bitauni, yang nota bene banyak siswinya.
 
Hasrat ketidaksetujuan itu dinyatakan Pemenang Sayembara Novel DKJ 2018 ini, sekitar bulan Januari/Februari, dengan mendekati Romo Kepala SMK Bitauni, untuk mendesak, Romo A, pelaku skandal, hengkang dari tempat itu. Namun, harapan itu tidak terwujud, hingga adegan emosional pemecahan kaca jendela itu, Jumat (3/7/2020) terjadi.
 
Aksi Felix ini pun memantik beragam respon. Ada yang pro, ada yang kontra. Bagi yang pro, aksi Felix ini dilihat sebagai aksi peruntuhan menara klerikalisme Gereja.
 
Ekspresi Felix, bagi yang pro serentak mewartakan agar umat jangan tidur, diam, dan melemah di hadapan gembala yang “liar” dan “nakal”. Inilah cara untuk membongkar dan mengatasi “kebusukan” kaum selibat yang selama ini didiamkan, “disembunyikan” dan “diselamatkan” sesama kaum selibat. Lalu dengan entengnya “membuang” wanita yang telah menjadi korban “kebusukan” sang imam.
 
Sementara bagi yang kontra, aksi Felix ini dilihat sebagai ekspresi emosional, bukan advokasi kritis. Jika ingin Romo A dipindahkan dari tempat yang dihuni banyak perempuan itu, sangat bijak jika Felix mengadvokasi umat.
 
Sabda dari aksi Felix K. Nesi
 
Penulis merefleksikan dua hal substansi yang serentak bersifat imperatif dari aksi Felix Nesi yang sudah viral ini.
 
Pertama, kelihatan sekali Felix sangat emosional. Emosi dengan gembalanya yang skandal. Ekspresi emosional itu alasannya sangat rasional. Dan itu hal yang wajar.
 
Dasar atau latar belakang pemecahan kaca jendela merupakan sebuah dorongan kecintaan Felix bagi pemimpin religiusnya. Seperti dalam kisah Injil, Yesus marah kepada orang-orang yang berjualan di Bait Allah. Jadi, cinta itu tidak mesti diekspresikan dengan adegan romantis. Inilah cara Felix mengawasi kaum selibat, yang adalah gembala religiusnya.
 
Melihat ini, semestinya kaum selibat sadar bahwa umat sekarang, selain semakin kritis, juga sangat mencintai gembalanya. Karena itu, cintailah panggilan, cintailah tugas dengan mencintai umat tanpa pilih kasih.
 
Kedua, ekspresi pemecahan kaca jendala dapat dilihat sebagai ekspresi over emosional. Gelora emosionalnya lebih kuat dari pada dorongan rasional. Pemecahan kaca jendela merupakan aksi perusakan, yang tentu merupakan sebuah aksi melanggar hukum.
 
Karena itu, laporan pihak komunitas Pastoran Bitauni, Paroki Kiupukan, Keuskupan Atambua ini merupakan hal yang wajar dan rasional. Sebab, langkah komunitas itu bertujuan menyelamatkan warga komunitas serta aset komunitas dari ekspresi emosional Felix. Jadi, kaum pro Felix tidak mesti menyudutkan kaum selibat yang melaporkan Felix. Langkah komunitas merupakan suatu yang wajar dan rasional.
 
Seruan kritis umat sangat diperlukan dalam mengawasi kehidupan kaum selibat, agar tidak runtuh oleh naluri manusiawi liar. Namun, sikap kritis itu mesti diadvokasi dan disalurkan dengan pertimbangan rasional, bukan hanya dengan desakan emosional.
 
*) Penulis; Wartawan Floreseditorial.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar