Minggu, 29 September 2019

Menyimak cerita mistik Gus Dur tentang Tebuireng

Fathurrochman Karyadi *

Ketika duduk di bangku Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng Jombang, kami diajar oleh seorang kiai sepuh, almarhum KH Zubaidi Muslih. Kala itu, beliau mengampu pelajaran Ilmu Tauhid kitab Kifayatul 'Awwam. Di samping keluasan ilmunya, kami kagum mendengar kisah-kisah beliau tentang sejarah, sastra, mistik, maupun pengalaman pribadi beliau.

Salah satu yang saya ingat, kiai asal Banyuwangi ini pernah bercerita bahwa jauh sebelum Pesantren Tebuireng didirikan (1899) ada seorang waliyullah (kekasih Allah) yang datang. Tidak diketahui berasal dari mana dan entah mau ke mana. Wali itu berhenti di tepian sungai—kini depan pesantren.

Lalu ia diam mengamati seraya bertutur dengan kasyaf-nya, "Kelak, di tempat ini akan datang seorang yang alim, ilmunya menyinari negeri."

Orang tua berjubah itu berlalu, membuat masyarakat dan warga sekitar keheranan. Ternyata predisksi beliau itu tidak meleset. "Orang alim" yang dimaksud tak lain ialah Hadratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, beserta keturunan, dan para santrinya di kemudian hari.

Di kesempatan lain, saya menemukan riwayat lain di sebuah buku sejarah alumni, entah kejadian yang dimaksud sama atau memang berbeda.

Alkisah, ada seorang kakek tua yang berdiam diri di sebuah pohon. Ia menjadikan pohon itu sebagai tempat berteduhnya sehari-hari. Warga sekitar pun kasihan, mereka hendak mengajak kakek itu ke rumah agar bisa tinggal bersama.

Namun kakek itu menolak dengan halus. Ia berpesan jika dirinya wafat maka ingin dimakamkan di bawah pohon itu. "Sebab, tempat ini akan menjadi pusat keilmuan, didatangi banyak orang dari berbagai penjuru negeri, dan makam ini tidak akan pernah sepi dari para peziarah.”"

Lalu kakek itu wafat dan dimakamkan di tempat yang dimaksud, kini masih satu area dengan kompleks pemakaman Pesantren Tebuireng.

Saya mengira kisah mistik tentang Tebuireng akan berhenti di situ saja, nyatanya tidak. Saya menemukan potongan kisah itu di Ciputat. Ketika membaca buku hasil disertasi Dr Alwi Shihab, di sana terdapat kata pengantar dari almarhum KH Abdurrahman Wahid. Gus Dur menyebut sebuah nama yang bisa jadi itulah nama kakek tua di cerita atas.

Gus Dur mengatakan, pada 1941 mendiang mantan Presiden Soekarno berdiam selama empat puluh satu hari di Pesantren Tebuireng, untuk berkhalwat di kuburan nenek moyang beliau yaitu Maulana Ishaq al-Tabarqi.

Beliau inilah yang kemudian diabadikan peranannya karena asalnya, Al-Tabarqi, merupakan daerah halilintar. Oleh karena itu, didapatlah gambaran pendiri Kerajaan Demak di Masjid Agung Demak dalam sebuah ukuran kayu dengan tanda halilintar itu diukirkan pada sebuah punggung kura-kura.

Dengan demikian, tambah Gus Dur, jelas bahwa kura-kura sebagai lambang umur panjang atau ban shui hanya digunakan oleh raja-raja dalam legenda Cina, sedangkan halilintar adalah "merek" khusus Maulana Ishaq. Oleh karena itu, ketika Bung Karno sebagai keturunan Maulana Ishaq berhasil mendirikan Negara Republik Indonesia dengan membuat tugu proklamasi di Pegangsaan, di atas tugu itu dia letakkan sebuah gambar halilintar, sama dengan yang ada di Masjid Demak.

Dengan kata lain, Maulana Ishaq, melalui keturunannya Sukarno, juga adalah salah seorang arsitek Negara Republik Indonesia. Dari sini jelaslah bahwa Sukarno sebagai tokoh politis karena mendirikan kerajaan, adalah juga keturunan salah seorang tokoh politik lain, Maulana Ishaq, sehingga tidak mengherankan apabila beberapa abad berikutnya para Wali Songo juga merupakan tokoh-tokoh politik.

Hal ini tampak karena menurut cara-cara tahallul dapat diketahui bahwa para Wali Songo sebenarnya dinamai Wali Songo dan bukan dinamai syaikh atau syuyukh atau mursyid dari tarekat karena beliau-beliau adalah tokoh pemerintahan, yang juga adalah tokoh-tokoh politik.

Entah bagaimana Gus Dur mampu mengetahui cerita mistik tersebut, bahkan sampai detail nama, keturunan, sejarah, hingga prediksi ke depan. Di samping perlu ditelusuri lebih dalam tentang riwayat hidup Maulana Ishaq al-Tabarqi, kita patut meyakini bahwa orang-orang yang hatinya bersih selalu diberi banyak kelebihan oleh Allah SWT, seperti di antaranya mengetahui hal-hal gaib. (ymr)

Jakarta, 7 Juni 2018

*) Hamba yang lemah, kreator Glentong Studio, Pengampu Pustaka Asy Syura, dan Mahasiswa Filologi di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.
https://beritagar.id/artikel/ramadan/menyimak-cerita-mistik-gus-dur-tentang-tebuireng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar