Siti Sa’adah*
Tidak ada tindakan nyata lahir dari pikiran kosong, karena lelaku mengusung semangatnya sendiri. Begitulah Pekan Tadarus Sastra yang digagas oleh Komunitas Pena (KOMA) dari ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
KOMA lahir pada 14 Februari 2007 dari kegelisahan para santri mengenai kepenulisan di pondok serta dorongan membentuk wadah untuk menyalurkan kreatifitas di lingkungan pondok. Saat itu sekitar tujuh santri putra yang bergerak, biasanya nongkrong ngopi bersama sambil diskusi serta saling memotivasi untuk berkarya.
Saat ini tercatat 35 anggota resmi, diketuai oleh Roihan Arif Prambudi siswa kelas satu MA. Bisa dibilang KOMA cukup berani dengan pemimpin yang relatif muda. Menurut Shomad “sesepuh” komunitas, ini merupakan pengaderan kepada adik-adik junior sekaligus pembelajaran. Adapun agenda rutin KOMA adalah menerbitkan buletin Koma yang digarap secara bergilir tiap edisinya oleh santri putra dan putri.
Jika bulan ini digarap oleh santri putra maka bulan depan giliran santri puntri, begitu seterusnya. Saya kira ini merupakan contoh manajemen keredaksian alternatif yang bisa ditiru ponpes lain, intensitas pertemuan santri putra-putri yang lazimnya dibatasi tetap terkontrol, namun agenda tetap bisa berjalan lancar, dan kreatifitas tetap tersalurkan. Ada pula anak kegiatan yang dinaungi KOMA yaitu pecinta alam Tripala, hadroh Al-Ishlah, serta teater Palsu.
Pekan Tadarus Sastra pada 20 - 24 Juni 2010 yang bertempat di Aula MTs Plus Bahrul Ulum ini menggelar bedah novel Sepasang Sayap di Punggungmu karya Mangun Kuncoro. Pada 22 Juni bedah buku antologi puisi Mazhab Kutub karya para penyair muda Jogjakarta yang terhimpun dalam komunitas Kutub. Sedangkan 24 Juni bedah buku Biografi KH. Wahib Wahab; mobilitas dan Komitmen Perjuangannya oleh Faizun, M.Pd
Sepasang Sayap di Punggungmu lahir dari proses kreatif Mangun Kuncoro yang lahir di Bengkulu, 9 September 1990 selama satu tahun bergiat di KOMA, saat ini sedang menempuh kuliah semester empat di STIT Tambakberas. Dalam novel ini, Mangun mengisahkan seorang pengamen jalanan bernama Fatan yang jatuh bangun mencari jati diri dan arti kehidupan dalam arus hidup yang tidak menentu, berpindah dari satu tempat ketempat yang baru dan asing. Sampai dia ditemui sosok asing yang menunjukkan tiga keajaiban, dan keajaiban itu bisa membuka jalan pikiran mengenai keindahan hidup dan menjadikannya lebih bersyukur.
Begitu mendapat pertanyaan mengenai proses kreatifnya, Mangun menuturkan selama ini dia berusaha mengalahkan diri sendiri, karena musuh terbesar adalah nafsu diri. Tiap hari setelah mengabdi di ndalem kyai, dia meluangkan waktu dua jam untuk menulis, entah pada jam yang ditentukannya itu ada ide sedang berkecamuk dalam pikirannya dan tidak sabar untuk dimuntahkan dalam kata-kata atau tidak ada sama sekali, yang pasti harus menulis. Akhirnya kedisiplinanlah yang bisa menuntun novel perdananya ini rampung.
Rahmad Sularso Nh. dari komunitas Gubuk Liat, mantan ketua HMP Bahtra Indonesia STKIP PGRI Jombang, cukup antusias menyambut acara sastra di ponpes serta lahirnya novel karya santri ini, semoga bisa menginspirasi serta memotivasi orang lain. Sedangkan Muhammad Ali Fakih dari Kutub menuturkan masih ada pameo orang pesantren tidak bisa menulis, atau bisa menulis setelah keluar dari pondok. Padahal begitu banyak khasanah pesantren yang bisa dituang-abadikan oleh santri dalam tulisan.
Sedangkan bedah buku antologi puisi Mazhab Kutub yang diterbitkan Pustaka Pujangga Lamongan ini menghadirkan beberapa penulisnya yang sedang mondok di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari yang didirikan almarhum Zainal Arifin Thoha yaitu M.Ali Fakih, M. Alif Mahmudi, Heri Kurniawan Miftahul Huda. Adapun penulis antologi ini adalah Matroni El Moezany, Ahmad Muchlis Amrin, Jufri Zaituna, Mahwi Air Tawar, Ahmad Maltuf Syamsury, Alfiyan Harfi, Muhamad Ali Fakih, Imam S Arizal, Selendang Sulaiman, Ala Roa, Barnando J. Sujipto, Muhammad Alif Mahmudi, Salman Rusydie Anwar, dan AF Denar Daniar.
Mengenai judul nyentrik dan menggelitik Mazhab Kutub yang seperti hendak mencuatkan mazhab sastra baru, Fahrudin Nasrulloh penggiat komunitas Lembah Pring Jombang dalam pengantar buku ini menulis ”Barangkali “kandang menulis” milik Gus Zainal ini diniatkan sebagai kawah yang munclak-munclak bagi penulis-penulis muda yang gagal, seperti sitiran pada puisi “Percakapan” karya Salman. Mungkin juga tidak. Tapi bukankah juga pemberontakan yang bertubi-tubi gagal atas diri kepenyairan dan ke-nggeletekan sehari-hari merupakan proses panjang yang tak bertuan”. Empat belas penyair ini memang ditempa oleh Gus Zainal saat masih hidup untuk mandiri dan terus berproses kreatif, dan oleh Fahrudin mereka disebut anak-anak sejarah Gus Zainal.
Kegelisahan tidak berhenti melanda santri saja, Faizun M.Pd. ustadz di ponpes BU yang juga dosen STKIP PGRI Jombang prodi Bahasa dan Sastra Indonesia juga tergerak untuk menulis buku Biografi KH. Wahib Wahab; mobilitas dan Komitmen Perjuangannya. Salah satu motivasi menulis biografi ini karena masih minimnya literatur tentang KH. Wahib Wahab putra KH. Wahab Hasbulloh, padahal Kyai Wahib memiliki jasa besar atas Negara dan Islam di Indonesia khususnya atas Nahdhotul Ulama. Beliau meniatkan semoga kepenulisannya bisa memacu santri dan mahasiswanya untuk menulis.
Kegiatan menggelitik baik bagi santri maupun bukan semacam ini semoga tetap eksis dan berkembang, baik di luar maupun di lingkungan pesantren sehingga menjadi wadah berkumpulnya penulis dan peminat sastra sehingga bisa terjalin hubungan baik antar individu maupun komunitas untuk perkembangan dunia kepenulisan di Jombang. Semoga.
*) Siti Sa’adah, bergiat di komunitas PSK (Penggila Sastra Kopi) Jombang dan FSJ [Forum Sastra Jombang]
Kamis, 15 Juli 2010
KOMA; KEGELISAHAN DALAM PESANTREN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A. Azis Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Muttaqin
A. Rego S. Ilalang
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
A’Syam Chandra Manthiek
Aang Fatihul Islam
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Aditya Ardi Nugroho
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Sulton
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Idris
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Ali Rif’an
Amien Kamil
Andhi Setyo Wibowo
Andry Deblenk
Anggi Putri
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Arie MP Tamba
Arisyntya Hidayah
Artikel
Ary Nugraheni
Asarpin
Ayu Nuzul
Balada
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Binhad Nurrohmat
Budaya
Bung Tomo
Bustanul Arifin
Catatan
Catullus
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chamim Kohari
Choirul
Cucuk Espe
Dami N. Toda
Daru Pamungkas
Denny JA
Denny Mizhar
Devi M. Lestari
Dhenok Kristianti
Dian DJ
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Saryono
Dody Yan Masfa
Donny Darmawan
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Permadi
Emha Ainun Nadjib
Endah Wahyuningsih
Esai
Esti Nuryani Kasam
Eva Dwi Kurniawan
Evan Gunanzar
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Fanani Rahman
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrahman Karyadi
Fathurrochman Karyadi
Fathurrozak
Felix K. Nesi
Forum Sastra Jombang
Galuh Tulus Utama
Gandis Uka
Geguritan
Gol A Gong
Gombloh (1948 – 1988)
Grathia Pitaloka
Gus Noy
Gusti Eka
Hadi Napster
Hadi Sutarno
Halim HD
Hamka
Hamzah Tualeka Zn
Hardy Hermawan
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Husnul Khotimah
Ignas Kleden
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imas Senopati
Indria Pamuhapsari
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
J Anto
Jamal Ma’mur Asmani
John H. McGlynn
Jombangan
Junaedi
Kalis Mardiasih
Kardono Setyorakhmadi
Kasnadi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KetemuBuku Jombang
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Mikail
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Latief Noor Rochmans
Liestyo Ambarwati Khohar
M Rizqi Azmi
M. Aan Mansyur
M. Abror Rosyidin
M. Badrus Alwi
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Mardiansyah Triraharjo
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Marjohan
Massayu
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Mh Zaelani Tammaka
Miftachur Rozak
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Antakusuma
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Yasir
Mukadi
Mukani
Munawir Aziz
Musfeptial Musa
Nawa Tunggal
Nawangsari
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nur Chasanah
Nurel Javissyarqi
Ocehan
Oei Hiem Hwie
Oka Rusmini
Opini
Padhang Mbulan
Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Prosa
Puisi
Purwanto
Putu Wijaya
R Giryadi
Raedu Basha
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan Al-yafi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Resensi
Reyhan Arif Pambudi
Ribut Wijoto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rony Agustinus
Rudi Haryatno
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Arimba
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Samsudin Adlawi
Sasti Gotama
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Selendang Sulaiman
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Silka Yuanti Draditaswari
Siti Sa'adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sugito Ha Es
Suharsono
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tri Wahyu Utami
Ulfatul Muhsinah (Oshin)
Umar Fauzi Ballah
Universitas Jember
Virdika Rizky Utama
Vyan Tashwirul Afkar
W.S. Rendra
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wong Wing King
Yanuar Yachya
Yudhistira Massardi
Yusuf Suharto
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar