Jumat, 04 Juni 2021

JALANAN HUJAN

Taufiq Wr. Hidayat *
 
Melewati jalanmu. Menurun. Tikungan yang tajam. Pohon-pohon jati dan mahoni tumbuh dalam dadamu. Proyek jalan terus memadatkan jalanmu sampai membatu. Tapi mereka menambal jalanmu dengan bahan yang tidak kokoh. Seperti memoleskan mentega di atas sepotong roti.
 
Melewati jalanmu. Menanjak. Merekam suara dalam mesin penyimpanan. Tarian perempuan sintal di cakrawala televisi. Daging pipinya jatuh ke lantai. Kedua matanya menembak jantungmu, seperti kenangan samar pada rumah tua yang dihuni hantu. Hantu-hantu yang melayang membawa desah dan keluh dari masa lalu.
 
Tandatangan!
 
Negara sedang melukis wajahmu pada sebutir telur angsa. Lalu menulis nama-nama. Mencatat perbuatan-perbuatan pemberontak dalam buku saku seorang mata-mata. Negara sedang menata telur-telur angsa dalam lemari baja. Menyimpan wajah dan namamu dalam rahasia yang dijaga oleh senjata. Kemudian pesta digelar bersama orang-orang asing yang memborong pekerjaan membangun jalan. Namun jalan ke kotamu belum dirampungkan. Jalur itu akan dialihkan. Dialihkan pada waktu yang tidak pernah dapat dipastikan.
 
"Tandatangan!" ujar seseorang. Menyodorkan kertas yang telah dibubuhi stempel negara. Tanganmu gemetar, mencoretkan tanda yang tak gampang ditirukan.
 
Tandatangan!
 
Segala tanda memang tak lagi dikenali. Kerisauan yang menggenang di cekungan jalan. Kau mengingat sabda Borges melalui mulut tokohnya "yang bersejarah"; hanya dua hal yang dapat memperbanyak manusia, yakni cermin dan senggama. Karuan saja, cermin dan senggama marak di kotamu. Manusia berjubal, membutuhkan makan, baju, dan tempat tinggal. Jalan ke kotamu masih belum dibuka. Orang-orang asing menguburkan memori di jantung negerimu.
 
Tandatangan!
 
Hujan turun sepanjang jalan. Seperti kenangan. Seperti sepasang sepatu tergeletak bersama rindu dan debu. Mengenangkan waktu, mengenangkan peristiwa yang tak ada, mengenang nama dan wajahmu di telur-telur angsa yang dirahasiakan negara dalam almari baja. Alangkah muskilnya, mengencangkan benang-benang keadilan di bawah hujan. Bagai selokan-selokan yang menghanyutkan kitab undang-undang dalam kepedihanmu.
 
Ingin kurampungkan jalan hujan ini. Tapi tubuhku makin membiru. Menyimpan salju. Tulang-belulang ngilu. Mengenangkan wajahmu yang kalah, tua, dan dinista. Surat-surat pengaduan yang kau alamatkan pada negara, melapuk di gudang dingin kantor pengadilan. Kau hidup terlambat di abad yang terlalu cepat. Tetapi pikiran-pikiranmu merayapi pagi yang berjalan pelan. Kemalasan pada nasib. Kekalahan dan penghinaan. Negara mengutuk gagasanmu. Membiarkanmu lapar dan memaki para pencuri.
 
Jalan hujan. Dan tak ada bunga-bunga. Ini abad, tak ada babak bagi pemberontak. Pikiran-pikiran berlumut, gagasan-gagasan usang, dibusukkan di jurang pembuangan, lalu dibakar, arangnya yang hitam dihancurkan, kemudian menjadi pupuk yang sangat menyuburkan pohon-pohon kekuasaan yang buahnya dinikmati anak-anak perubahan yang tak akan pernah memakan gandum mentah dari ladang yang kerontang.
 
Barangkali memang nasibmu. Atau betapa sialnya memulung sisa sakit hati, sisa romantisme yang mengharukan di kandang hewan mantan jendral. Mungkin seperti perdebatan malam yang membuat gusar para pelajar dan tukang sulap, memilih mati atau pecundang, dan ideologi yang begitu mirip dengan mimpi. Menimang ideologi menimang mimpi, juga sangsi. Sambil membangun istana batu di dalam kepalamu.
 
Tandatangan!
 
Jalan hujan. Licin. Kenangan samar. Sejarah para pendosa. Dan cuaca yang tak selalu bisa diterka.
 
Banyuwangi, 2016-2021

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2021/06/jalanan-hujan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar