Rabu, 15 Agustus 2012

Perkembangan Media Tulis Masyarakat Aksara

Agus Sulton
http://sastra-indonesia.com/

Sejarah masa lampau bisa dilihat dunia masa kini tidak lepas dari bukti peninggalan tradisi yang diwariskannya, baik dalam bentuk manuskrip (naskah), patung, candi, pernik-pernik benda kuno, puing reruntuhan bangunan, dan sebagainya. Itu semua sebagai hasil budaya manusia yang pernah dicipta dalam sejarah turun-temurun nenek moyang kita. Intelektual daya nalar manusia terus mengalami perkembangan seiring penemuan pendahulu yang terus dikembangkan berdasarkan uji coba disertai lingkungan yang mendukung atas proses pembentukannya.

Bahkan sejak manusia baru mengenal tulisan, dari situ mulai mengalami puncak gemilang tradisi budaya manusia yang terus berkembang. Baik sejarah pada masanya, aktivitas, kepercayaan, cerita-cerita rakya, pengobatan, aturan sistem sosial, dan sebagainya keseluruhan tersebut mulai ditulis dengan berbagai bahan alas yang yang beragam seperti, batu, perkamen, papirus, kulit binatang, kayu, atau tulang. Papirus dan perkamen banyak dipakai untuk menulis pada zaman Mesir sekitar 300 SM, tetapi yang lebih sering digunakan adalah papirus karena perkamen lebih mahal. Ini membuktikan papirus terus menjadikan kebutuhan tulis sampai akhirnya banyak diimpor ke Asia Barat, Timur Tengah, Romawi bagian tengah, sampai ke dataran benua Eropa setelah 150 SM tetapi lama kelamaan dari Ptolemeus V melarangnya untuk mengekspor papirus tersebut.

Papirus adalah jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di rawa pinggiran sungai Nil. Beberapa sumber kepustakaan menyebut papirus bukan termasuk kertas karena papirus diambil mentah dari tanaman alang cyperus papyrus, termasuk perkamen dan vellum keduanya alas tulis dibuat dari bahan kulit binatang.

Papirus ini terus digunakan sampai jatuhnya kekaisaran Romawi Barat, lima abad setelahnya papirus mulai jarang digunakan oleh penduduk Mesir. Mereka mulai mengimpor sambil belajar membuat kertas dari Cina. Pada saat itu Cina telah mengadakan revolusi besar-besaran, menyumbangkan peradaban kepada dunia. Tsai Lun adalah pembuat industri kertas terbesar pertama pada tahun 105 Masehi dibawah dinasti Han kekaisaran Ho-tin, walaupun pembuatan kertas dimulai 200 tahun sebelumnya. Dari berbagai sumber menjelaskan, proses pembuatan kertas Tsai Lun ini dilakukan dengan cara menumbuk pohon berserat seperti, pohon murbei, gempi dan rami basah ditumbuk halus hingga merata kemudian memprosesnya sampai tiap filamen benar-benar tipis.

Dalam buku Hunter (1943) menjelaskan secara detail tentang proses produksi kertas di Cina bahwa pembuatan kertas merupakan rahasia, toh akhirnya Cina mengajarkan ke Jepang dan Korea pada tahun 610 Masehi dengan memakai bahan bambu dan jerami. Lambat laun Cina mengalami pertempuran di Turkistan tepi sungai Tharaz pada tahun 715 Masehi. Beberapa orang Cina ditahan, para tawanan tersebut sebagian adalah papermakers (pembuat kertas) terampil. Seiring berjalannya waktu mereka mulai membuat kertas berbahan rami selama ditahan di Samarkan, termasuk Bagdad. Tahun 793 Masehi Bagdad mulai diperkenalkan kertas oleh Harun al-Rasyid. Dari Samarkan dan Bagdad kemudian menyebar ke kawasan Damaskus, Mesir pada tahun 900 Masehi, dan Maroko. Setelah sekitar 400 tahun baru bisa menembus ke daratan Eropa.

Beberapa sumber menjelaskan Spayol dan Italia adalah negara yang memproduksi kertas pertama di daratan Eropa tepatnya di St Felipe de Javita kawasan Valencia tahun 1151 Masehi. Setelah 77 tahun di Jerman juga memproduksi kertas, yaitu tahun 1228. Jumlah produksi waktu itu relatif kecil, karena keterbatasan alat produksi yang cukup sederhana. Kemudian menginjak tahun 1276 pabrik kertas skala besar didirikan di Fabriano Ancona Italia. Pabrik tersebut di tahun 1282 adalah awal mula memakai cap air atau watermark berbentuk lingkaran dan salib.

Abad sesudahnya mulai banyak berdiri pabrik-pabrik kertas, tahun 1293 di Bologno Italia. Di dalam perjalanan, tahun 1340 juga berdiri pabrik kertas di Treviso kemudian berkembang di kawasan Venesia, Parma, Milan, Bologna, Florence. Seperti yang kita ketahui, di Jerman tahun 1320 mulai banyak tumbuh pabrik kertas di kawasan Cologne dan Mainz. Ulman Stromer mendirikan pabrik kertas di tahun 1390.

Tahun 1309 pabrik kertas diproduksi pertama di Inggris, di Belanda tahun 1322, tahun 1348 di Prancis, di Kashmir India tahun 1420. Pada abad ke 16 M kertas mulai banyak yang diekspor kebeberapa negara termasuk mulai muncul surat kabar dan percetakan, seperti surat kabar yang diterbitkan oleh Micael dari Isselt di Cologne Jerman tahun 1580 Masehi.

Alas Tulis Kuno Nusantara

Pembicaraan mengenai tradisi mayarakat Nusantara mulai mengenal aksara tidak dapat diketahui secara pasti sebab dari berbagai keterangan menjelaskan, zaman sejarah Indonesia dimulai sekitar abad ke-5 tepat setelah pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Hal ini berdasarkan prasasti batu bertulis yang ditemukan, yaitu Prasasti Kutai di Kalimantan Timur. Prasasti ini berupa tuju buah Yupai (tugu batu) diperkirakan berasal dari abad ke-5, berhuruf Pallawa dan Sansekerta menjelaskan mengenai perintah Raja Mulawarman, putra Asmawarman, cucu Kudungga sebagai bentuk upacara adat pemakam agama Hindu. Prasasti merupakan tanda kebesaran yang difungsikan sebagai dokumen tertulis di atas bahan yang keras.

Di Jawa Barat juga ditemukan beberapa berapa prasasti beraksara Pallawa dan Sansekerta seperti, Pasasti Muara Cianta, Prasasti Jambu (pujian pada Raja Purnawarman), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Cidang Hiang, Prasasti Tugu, Prasasti Kebon kopi, Prasasti Pasir Awi (pujian pada Raja Purnawarman). Di Jawa timur sendiri juga telah ditemukan prasasti (batu bertulis) diantaranya, 1) Prasasti Anjukladang 859 Saka. Prasasti ini sebagai pertanda kalau kerajaan Mataram yang sebelumnya berada di Mdang kini pindah ke Watugaluh. 2) Prasasti Poh Rinting 851 Saka sekarang tersimpan di museum Mojokerto sebelumnya ditemukan di desa Glagahan, Perak, Jombang. Prasasti ini menjelaskan permohonan untuk merawat bangunan suci di kawasan Poh Rinting oleh Dang Acaryya. 3) Prasasti Gewang 855 Saka di desa Tenggaran, kecamatan Peterongan, kabupaten Jombang. Dibeberapa pahatan tidak dibegitu jelas dibaca, karena sebagian sudah rusak, namun dari huruf yang terbaca sedikit menjelaskan bahwa prasasti ini dikeluarkan oleh Rakyan Sri Mahamantri Pu Sindok Sri Sanottunggadewawijaya bersama Rakryan Sri Parameswari Sri Warddhani Pu Kbi sebagai sebuah daerah sima atau daerah pardikan. Sima adalah tanah hibahan dari seorang raja atau penguasa yang diberikan kepada penduduk desa karena telah dianggap berjasa, tetapi tanah tersebut masih dibawah lindungan sang raja.

Sebagian dari prasasti tersebut bisa dijadikan rujukan bahwa sebagian mayarakat Nusantara pada abad ke-5 sudah melek aksara, walaupun sebatas dari keluarga raja, dan batu adalah media alas tulis yang digunakan pada saat itu untuk hal-hal tertentu seperti, surat keputusan, pujian kepada raja, undang-undang, tanda kemenangan, sumpah, piagam, penetapan sebuah desa, dan sebagainya.

Selang beberapa abad lamanya penggunaan aksara pallawa telah mengalami perkembangan ke bentuk kawi atau Jawa kuno. Siti Baroroh Baried, dkk (1994) menjelaskan bahwa tulisan pallawa merupakan lanjutan dari tulisan kawi diketahui kira-kira pada pertengahan abad ke-8 pada prasasti Dinoyo 778 Saka, yang kemudian berkembang lebih lanjut sampai abad ke-13 sebagai tulisan pada beberapa prasasti di Jawa Timur, Bali, Sunda, dan Sumatra. Termasuk prasasti di Jombang yang penulis sebutkan sebelumnya tidak jauh beda dengan prasasti Mula Malurung (1255), prasasti Sukabumi (804), juga prasasti di perbukitan desa Besowo dan prasasti di depan balai desa Jowah Kepung Kediri, prasasti ini memakai tulisan aksara Jawa kawi bertatahkan di atas batu. Menurut perkiraan penulis prasasti Harinjing di kawasan Besowo adalah sekedar duplikat atau pemalsuan pahatan sekitar tahun 80-an.

1) Pada masa Pemerintahan Pu Sindok sebagai raja Mataram kuno. Watugaluh sekarang menjadi desa di kecamatan Diwek kabupaten Jombang Jawa Timur.
2) Siti Baroroh Baried, dkk, Pengantar Teori Filologi (Yogyakart: Gajah Mada University Press, 1994), 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar