Rabu, 15 Agustus 2012

Parade Monolog “DETIK”; Behind The Scene

Arisyntya Hidayah *
_Radar Mojokerto, 22 Juli 2012

“… Secara mendasar, salah satu hal yang harus selalu disadari adalah disiplin diri secara berkesinambungan di dalam mengolah tubuh dan ruang sosial. Jika tidak, maka teater mahasiswa akan menjadi sejenis ironi: kegiatan waktu luang di antara kegagalan mata kuliah.” (“Yang Hilang dari Teater Mahasiswa”, Halim HD, Networker Kebudayaan).

Sekitar dua bulan yang lalu, atau dapat dikatakan pada awal bulan Mei 2012, tugas mata kuliah Dramaturgi ini dititahkan. Siang hari yang panas kehilangan kekuatannya untuk membuat para mahasiswa mengantuk saat dosen dramaturgi, bapak Nanda Sukmana memasuki ruang kelas. Tanpa banyak berbasa basi, beliau menuturkan tugas dramaturgi untuk mengadakan satu Parade Monolog di kampus kami, STKIP PGRI Jombang. Deadline yang beliau tentukan saat itu adalah tanggal 4 dan 5 Juli 2012. Angkatan 2010 yang terdiri dari empat kelas harus membentuk kelompok yang terdiri dari 9 atau 10 anggota per kelompok, sehingga dari setiap kelas terbentuklah 5 kelompok.

Mata kuliah Dramaturgi sendiri dapat dikatakan baru di STKIP PGRI Jombang. Mata kuliah ini baru terlaksana tiga angkatan—sejak angkatan 2008—dan pementasan Parade Monolog ini adalah yang pertama, karena dua angkatan sebelumnya hanya mendapatkan ujian tulis saja, tanpa ada praktek.

Dikatakan sejak awal bahwa setiap kelompok harus memainkan sebuah naskah hasil karya penulis naskah yang sudah mapan, tujuannya adalah agar para mahasiswa belajar menyelami pemikiran orang lain melalui karyanya tersebut.

Sebagian besar kelompok mulai ngeh dan tanggap menggarap tugas ini dua minggu kemudian. Rata-rata mereka membentuk struktural kelompok dulu, antara lain sutradara, aktor/aktris, penata rias, penata busana, penata panggung, dan lebih-lebih musik. Pada saat itulah, banyak dari kelompok-kelompok pementasan Parade Monolog ini berkoar. Pementasan adalah hal yang baru bagi sebagian mahasiswa angkatan 2010. Walaupun basicnya di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Jombang, tapi pada kenyataannya, sesuatu yang berbau sastra baru dinikmati saja oleh sebagian besar mahasiswa angkatan 2010 tanpa pernah terbesit untuk benar-benar terjun di dalamnya.

Mahasiswa-mahasiswa ini berkoar menyatakan ketidaksanggupannya dalam menjabat peran “artis”, atau juga sebagai “pemusik”. Rata-rata dari mereka menyatakan tidak memiliki skill bermain peran, berteater, atau juga bermusik. Dengan banyaknya protes dan ketidaksanggupan untuk menjalankan tugas dramaturgi ini, akhirnya terbentuklah tim produksi sebagai Event Organizer dan penjembatan antara dosen dan mahasiswa.

Tim produksi terbentuk dari perwakilan-perwakilan tiap kelas, setiap kelas mendelegasikan dua orang, sehingga total dari tim produksi hanya delapan orang. Setiap anggota tim produksi ini dapat dikatakan memegang double job. Bagaimana tidak, anggota tim produksi juga merupakan tim artistik. Ada yang menjabat sebagai artis, sutradara, dan lain-lain. Pemaparan ini bukan dengan maksud menjadikannya tameng, hanya keinginan untuk mendapat secuil pemakluman.

Seperti yang telah dipaparkan oleh bapak Nanda Sukmana pada pertemuan global kami tanggal 1 Juni 2012, bahwa dalam pementasan ini yang ingin ditekankan utamanya adalah proses. Bagaimana cara para mahasiswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses ini, bagaimana setiap individu yang sebagian besar belum sepenuhnya dewasa ini mengatasi egonya saat berbenturan dengan ego individu yang lain, dan bagaimana mereka berbaur dengan ketidakmampuan yang dirasakan masing-masing.

Dalam proses ini diharapkan mahasiswa-mahasiswa akan mendapatkan pijakan pertama sebagai sebuah tongkat sebelum menjalani mata kuliah Pementasan dan Penyutradaraan yang akan datang.

Sayangnya, seperti yang telah saya gambarkan di cuplikan esai Halim HD di atas, bahwa sebuah teater mahasiswa hanya akan menjadi kegiatan waktu luang di antara kegagalan mata kuliah apabila tidak didasari kesadaran tentang disiplin diri, atau dengan kata lain, teater mahasiswa tidak akan mendapatkan esensi yang ingin dicapai apabila hanya dianggap sebagai kewajiban yang di dalamnya terselip keterpaksaan.

Seiring dengan “ketidaktepatan” yang ada di dalamnya, Parade Monolog angkatan 2010 ini terwujud juga, dengan tajuk utama “D E T I K”. Tajuk ini memang diambil bukan berdasarkan garis merah atas semua naskah yang akan dipentaskan, namun lebih kepada satu kata yang mewakili proses teman-teman mahasiswa dalam mewujudkan Parade Monolog ini. DETIK, diputuskan menjadi kata yang mewakili karena dalam setiap detik yang berlalu, telah terjadi perubahan pada diri setiap mahasiswa yang berproses. Baik itu dalam dirinya, maupun pada lingkungannya.

Perwujudan proses ini terjadi pada tanggal 14 dan 15 Juli 2012. Deadline dari pak Nanda memang mundur 10 hari karena pada tanggal 4 dan 5 Juli berbenturan dengan Kenduri Teater yang diadakan oleh komunitas Tombo Ati, komunitas Suket Indonesia, dan kelompok Alief Mojoagung di Graha Besut. Maka demi menghormati acara tersebut, yang mana sebenarnya mengusung hal yang sama, yaitu mengenai kesenian teater, kami pun memutuskan untuk mengundur rencana pementasan kami, selain itu tentu juga dikarenakan mahasiswa-mahasiswa yang bersangkutan membutuhkan pematangan-pematangan berupa tambahan waktu latihan.

Parade Monolog yang terlaksana pada tanggal 14 dan 15 Juli 2012 ini menampilkan 20 pementasan monolog yang ditampilkan dalam empat kali pementasan. Pementasan pertama, tanggal 14 Juli 2012 pukul 15.00 WIB yang mementaskan lima monolog yaitu “Biografi Kursi Tua” karya Rahmat Giryadi yang dipentaskn oleh Teater Oase dan disutradarai oleh Nuris Rofiudin, “Markus” karya Zohry Junedi yang dipentaskan oleh Teater Bambu dan disutradarai oleh Wayan Subandriyo, “Markendos (Sebut Aku Upi)” karya Yusep Muldiana yang dipentaskan oleh Teater Mencelat dan disutradarai oleh Mukhilisin, “Surat untuk Guru” karya Zahari yang dipentaskan oleh Teater Mbatik dan disutradarai oleh Nur Salim, dan “Kelas Kakap” karya Aan Noor H. yang dipentaskan oleh Teater Sempal dan disutradarai oleh Aan Noor H.

Pementasan kedua, tanggal 14 Juli 2012 pukul 19.00 WIB mementaskan lima monolog, yaitu “Kemerdekaan” karya Putu Wijaya yang dipentaskan oleh Teater Merah dan disutradarai oleh Erma Rahmawati, “Memek” karya Putu Wijaya yang dipentaskan oleh Teater Nastiti dan disutradarai oleh Pak Inung, “Prodo Imitatio” karya Arthur S. Nahlan yang dipentaskan oleh Teater Generasi Pujangga dan disutradarai oleh Risda Mulida Ningtias, “Episode Daun Kering” karya Zulkifri yang dipentaskan oleh Teater Legowo dan disutradarai oleh Nola Mariyah Y, dan “Trik” karya Putu Wijaya yang dipentaskan oleh teater Topeng Obiet dan disutradarai oleh Sobit Diyanto.

Esok harinya, tanggal 15 Juli 2012 pukul 15.00 WIB, pementasan ketiga digelar. Pentas ketiga ini menyajikan monolog-monolog dengan judul “Nasib Jadi Babu” karya Zohry Junedi yang dipentaskan oleh Teater Anu dan disutradarai oleh Aprel Adek S, “Homo Homini Lupus” karya Ahmad Saptono yang dipentaskan oleh Teater Hitam Putih dan disutradarai oleh Taufik, “Dunia dalam Koin” karya Eka P. Kusuma yang dipentaskan oleh Teater Semogs dan disutradarai oleh Novela, “Demokrasi” karya Putu Wijaya yang dipentaskan oleh Teater Angkringan dan disutradarai oleh Kholifah Nur F., dan ditutup pula dengan naskah Putu Wijaya yang berjudul “Kucing” yang dipentaskan oleh Teater Neon dan disutradarai oleh Moch. Choirul Huda. Dua jam kemudian, tepatnya pukul 19.00 WIB, pagelaran penutup digelar, pementasan keempat ini memainkan “Kelahiran” karya Agus Budiman yang dipentaskan oleh Teater Mahastra dan disutradarai oleh Megawati, “Sang Orator” karya Bayan Sentanu yang dipentaskan oleh Teater Traju dan disutradarai oleh Pajriska, “Kapok” karya Zohry Junedi yang dipentaskan oleh Teater Gebrak dan disutradarai oleh M. Qowiyudin Shofi, “Para-Para Pelayat” karya Bina Marganta yang dipentaskan oleh Teater Kertas dan disutradarai oleh Agung Dwi Kuncoro, dan ditutup dengan naskah “Marsinah Menggugat I” karya Ratna Sarumpaet yang dipentaskan oleh Teater Daster dan disutradarai oleh Nur Azizah.

Malam harinya, sesudah pementasan keempat digelar, dosen pengampu mata kuliah Dramaturgi dan Bapak Imam Ghozali Ar. selaku apresiator undangan mengevaluasi Parade Monolog ini. Evaluasi itu antara lain mengenai musik yang sudah dianggap baik karena komposisinya yang juga bagus, tapi karena salah penempatan sehingga kehilangan fungsinya. Kemudian mengenai teknik keaktoran yang dianggap tidak sempurna karena kurangnya teknik vokal, dan kurangnya artikulasi sehingga suara tidak terdengar sampai belakang. Selain itu juga mengenai musik yang terlalu keras, sehingga menenggelamkan suara aktor. Di antara kritikan itu, ternyata ada juga selarik pujian kepada Teater Sempal yang berani membuat dan mementaskan naskahnya sendiri yang berjudul “Kelas Kakap”. Evaluasi tersebut akhirnya ditutup dengan kalimat pak Imam, yaitu “Pementasan Parade Monolog adalah pementasan yang luar biasa, tapi dalam takaran pemula…”

Akhirnya, hanya ada harapan agar proses ini bukanlah sebagai perwujudan dari esai Halim HD mengenai teater mahasiswa itu. Semoga benar-benar ada kebermanfaatan yang dapat diambil oleh para mahasiswa yang terlibat dalam mata kuliah Dramaturgi ini khususnya, dan untuk siapa saja yang turut menyaksikan dan mengetahui pementasan ini pada umumnya.

*) Arisyntya Hidayah, mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010 STKIP PGRI Jombang, sekaligus pemeran dalam Pentas Monolog Demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar