Rabu, 24 Agustus 2011

Transparansi Dewan Kesenian

Siti Sa’adah
Jurnal Jombangana, Nov 2010

Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto (DKKM) Drs. Eko Edy Susanto, M.Si. atau yang akrab dipanggil Cak Edy Karya Saat ditemui pada hari Selasa, 16 November 2010 di kantornya, Dinas P dan K Kabupaten Mojokerto di Jl PB. Sudirman No. 40, sangat antusias atas terbentuknya Dewan Kesenian Jombang (Dekajo) yang telah dikukuhkan kepengurusannya pada 25 Februari 2010 lalu. Menurutnya kalau banyak dewan kesenian yang tumbuh, kesenian terutama di Jawa Timur akan berkembang dengan baik.
Diharapkan keberadaan dewan kesenian tidak membunuh tetapi membangkitkan atau mengorbitkan grup seni yang ada. Misalkan saat mengirim perwakilan ke luar daerah, jangan sampai hanya memakai nama dewan kesenian, melainkan nama grup yang mewakili juga perlu ditunjukkan. Jika tidak, bisa membunuh eksistensi grup tersebut. Dengan lahirnya Dekajo diharapkan Jombang akan lebih semarak apalagi dengan anggaran dana yang cukup besar dibanding DKKM yang dipimpinnya, Dekajo 500 juta per tahun sedangkan DKKM 75 juta per tahun. Terlebih jika melihat ketua Dekajo adalah Pak Agus Riadi yang seorang ketua Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), hal ini memungkinkan jadi tumpuan harapan paling tidak oleh pengurus Dekajo.

Saat ditanya mengenai latar belakang ketua Dekajo yang tidak sama dengan seniman-seniman yang dinaunginya, apakah tidak menjadi semacam kendala? Cak Edy yang juga pimpinan grup ludruk Karya Budaya Mojokerto ini menuturkan, “Kalau diambil positifnya justru posisi Pak Agus Riadi bisa menjadi jembatan antara orang-orang pemerintahan dengan seniman. Tinggal bagaimana mengoordinasikan seniman Jombang. Seniman itu macam-macam, sampai-sampai ada istilah di luar seniman itu sulit diatur, yang paling penting bagaimana cara mendekati rekan-rekan seniman. Memang memimpin dewan kesenian itu tidak hanya memerintah, perlu juga ngobrol dengan akrab, ya kalau saya biasanya ngopi bareng sehingga komunikasi menjadi lebih terbuka.” Dalam kepemimpinannya Cak Edy memang benar-benar menekankan keterbukaan dan guyub agar aspirasi semua pengurus DKKM serta seniman lain di Mojokerto bisa terserap dengan baik.

Menurutnya, potensi seni di Jombang luar biasa. Jombang punya icon Besut, Ludruk, teaternya sejak dulu mampu berbicara di tingkat nasional. Ada juga icon di seni tradisi misalkan tari remo boletan. Icon Surabaya Cak Durasim yang dari Jombang, Markeso atau Cak Nun dengan Kyai Kanjengnya. Meskipun beberapa dari mereka berkembang di luar Jombang. Untuk itu tugas Dekajo saat ini bagaimana agar potensi yang ada bisa berkembang di rumah sendiri, tentu masih banyak yang belum tergali.

Keberadaan dewan kesenian sangat penting selain sebagai penggerak dan pemberi peluang, juga sebagai pihak yang menjembatani antara seniman dan pemerintah. Menurutnya, seni bisa berkembang jika ada tiga pilar yang berjalan sebagai penyangga, pertama, seniman itu sendiri. Kalau seniman mau berkreatifitas dan bergerak maka kesenian akan bisa berkembang. Kedua, kesenian itu sendiri, apakah dimaui masyarakat atau tidak dan yang ketiga adalah pemerintah sebagai fasilitator. Jika ketiga kaki atau pilar itu bisa berjalan beriringan pasti kesenian akan berkembang dengan baik.

Menyangkut besaran dana yang dikucurkan pemerintah, bisa menunjang sukses tidaknya program dewan kesenian, namun harus dimanage dengan baik, kalau tidak dana akan korat-karit. Namun dana yang besar tidak menjadi sarana utama yang menunjang.

Mengenai anggaran dana DKKM yang jauh dibawah Dekajo yaitu 75 juta per tahun, DKKM yang terdiri dari tujuh biro yaitu biro MarKom (Marketing dan Komunikasi), musik, tari, rupa, sastra, teater dan tradisi ini melaksanakan agenda secara bergilir tiap bulannya untuk setiap biro di Festival Bulan Purnama Wringin Lawang. Namun saat setiap biro menjalankan agendanya di festival tersebut, tetap dibantu oleh anggota biro lain misalkan dalam penggalangan dana. Di sinilah peran penting biro MarKom, DKKM menjadi tidak tertinggal informasi dari luar. Hal yang patut menjadi pelajaran mengingat masih rendahnya networker kesenian di Jombang.

Agenda selain Festival Bulan Purnama yaitu Festival Bantengan. Cak Edy menuturkan untuk sementara ini hanya dua agenda itu yang diusung DKKM, namun tidak menutup kemungkinan adanya kegiatan yang bersifat partisipasi dari anggota DKKM atau seniman lain dengan pendanaan pihak yang bersangkutan. Disini tampak kerukunan dan kerja keras pengurus DKKM karena dengan dana yang minim perjuangan mereka lebih getol. Dia menyontohkan sekitar 75% pendanaan acara Festival Bulan Purnama berasal dari pihak luar atau donator. Yang unik adalah pertanggungjawaban ala takmir masjid, yaitu melaporkan penggunaan dana dari donatur dengan membacakannya satu per satu di awal acara. Untuk itu dengan dana yang lebih besar dibanding DKKM, dia berharap Dekajo bisa dengan leluasa melaksanakan program dan mampu menggali potensi dari bawah.

Saat ditanya melihat letak geografis antara Mojokerto dan Jombang apakah ada peluang untuk bekerja sama? Dia menjawab dengan mantap peluang itu sangat terbuka. DKKM dan Dekajo bisa mengadakan pentas bersama, saling tukar kesenian dan kebudayaan misalkan DKKM menampilkan pertunjukan di Jombang, begitu juga sebaliknya, atau berkolaborasi dalam menggarap pementasan.

Dalam penutup wawancara, Cak Edy menuturkan, “Kami percaya Dekajo akan sukses, karena melihat potensi yang ada di Jombang sangat bagus. Mudah-mudahan teman-teman di Jombang lebih guyub sehingga dana yang besar itu bisa lebih bermanfaat untuk perkembangan seni di Jombang.”

Selasa, 16 November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar