Kamis, 20 Januari 2011

PENANTIAN CINTA

Nur Khasanah

“Chusna, dapat salam dari Mas Habibi.” sindir Dewi.
“Iya… Tadi pagi Mas Habibi kelihatan tampan dan fresh lo.” dukung Sinta.
“Wa’alaikum salam.” ujar Chusna dalam hati.
“Kenapa dia tidak langsung ucapkan salam kepada ku?“ gerutu Chusna.
“ya… mana mungkin orang jatuh cinta berani bertatapan secara langsung, apalagi pertama kali kalian bertatap muka.” kata Dewi teman sebangkunya.

“Tidak itu saja, saat kau bertatapan dengan Habibi pasti badanmu akan gemetar dan tidak tahu apa yang harus kau katakan saat melihat wajah Habibi yang tampan itu.” kata Dewi dengan gaya centil dan romantis.
“Benar katamu Wi.” dukung Sinta.
“Kenapa kalian selalu menyindir aku dengan Habibi, padahal aku tidak terlalu mengenalnya.” bantah Chusna dengan wajah memerah.
“Kami lakukan ini karena kami kasihan kepada kalian yang selalu berpura-pura tidak tahu dengan perasaan kalian sendiri.” jelas Dewi.

Habibi pernah kirim surat untuk Chusna lewat teman sebangkunya, Dewi. Saat Dewi menyerahkan surat itu kepada Chusna, dia menerimanya, tetapi surat itu tidak pernah dibalas Chusna satupun. Walaupun Chusna tidak pernah membalas suratnya, Habibi tetap mengirim surat untuk Chusna dan tidak berhenti untuk mendekati Chusna.
***

Semua murid berusaha mencari pengumuman yang ditempel di mading termasuk Chusna dan teman-temannya. Saking ingin mendapatkan pengumuman itu murid-murid saling desak dan dorong. Chusna yang bertubuh tidak terlalu gemuk itu, akhirnya terpental dari kerumunan dan terjatuh. Tiba-tiba seorang laki-laki berlari untuk menolongnya.

“Kau tidak apa-apa?” Chusna terkejut saat melihat orang yang menolongnya berdiri adalah Habibi yang dari tadi melihat gerak-geriknya.

“Aku tidak apa-apa.” kata Chusna. Hatinya berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Apakah ini yang namanya jatuh cinta?” ucap Chusna dalam hati.

“Bisakah kita duduk dan ngobrol-ngobrol? “ ajak Habibi.
“Baiklah” jawab Chusna dengan nada gugup.
“Apa kau sudah tidak apa-apa?” tanya Habibi serius.
“Aku tadi hanya terjatuh ringan, jadi jangan khawatirkan aku. Terima kasih sudah menolong aku.”

“Tentu, aku akan melindungi orang yang aku sayangi.” ucap Habibi mantap.
Hati Chusna tidak hanya berdetak lebih cepat tetapi tubuhnya seakan ingin terbang saat mendengar ucapan Habibi yang romantis.

Sejak itulah Chusna dan Habibi mulai dekat, yang semulanya Chusna tidak mau membalas surat dari Habibi, sekarang sudah mau membalas. Mereka juga sudah tukar-menukar nomer HP, dan mengerjakan tugas kelompok dengan teman-teman antar kelas. Mereka berdua yang menjadi ketua dan wakil ketua kelompok.

“ Bi, kamu harus cari buku paket Bahasa Inggris yang lain, karena buku paket ini kurang lengkap.” usul teman satu kelompoknya.

“Ya. Akan aku usahakan.” jawab Habibi.
“ Na, nanti ikut aku pinjam buku di sepupuku ya.” dengan senyum menawan di wajahnya yang tampan, Chusna pun membalas dengan semyuman pula.
***

Chusna yang merasa bahagia dan nyaman saat bersama Habibi, menjadi sakit saat Habibi mengajak pergi ke rumah sepupu perempuannya yang bernama Rina karena keakraban mereka.

“Apa yang sedang aku rasakan?“ ujar Chusna dalam hati.
“Bagaimana dengan terapi dan operasimu?” tanya Rina sepupu Habibi.
“Jangan bahas masalah itu sekarang.” larang Habibi dengan nada yang cukup keras.

Chusna bingung dan tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan Habibi dan sepupunya. Dia ingin menanyakannya langsung pada Habibi, tetapi dia tidak berani.

“Aku kesini mau pinjam paket Bahasa Inggris.“
“Ya, akan aku ambilkan.” Rina berdiri meninggalkan mereka berdua di ruang tamu untuk mengambil buku.
“Aku harus berani!” ujar Chusna dalam hati.
“Emm.. Bi, tadi Rina berkata terapi dan oprasi, apa yang dia maksud?“ tanya Chusna dengan terbata-bata.

”Bagaimana kalau pulang nanti kita beli sosis bakar dulu?” kata Habibi dengan nada yang gembira, untuk mengalihkan pertanyaan Chusna yang mendesaknya. Dia menatap Chusna.

“Ya.” sahut Chusna dengan nada lembut. Ada rasa kecewa di hatinya.
***

“Na… ini sosis kamu.” Habibi mengulurkan sosis kearah Chusna.
“Makasih.” dia tersenyum manis menerima sosis dari tangan Habibi. Habibi duduk disamping Chusna yang sedang asyik memakan sosis bakar.

“Kau adalah orang yang membuatku bisa berjuang hidup sampai sekarang.” Chusna langsung tersentak saat mendengar ucapan Habibi. Melihat ke arah Habibi yang terdiam disampingnya.

“Apa maksudmu?” TANYA Chusna penasaran. Melihat dengan tatapan tajam ke arah Habibi yang terdiam tidak menjawab pertanyaanya.

Lama Chusna memandang wajah Habibi yang terdiam duduk di sampingnya dengan sosis di tangan kanannya. Chusna menyadari kalau mata Habibi mengeluarkan air mata.

“Apakah kau menangis?” berdiri di depan Habibi, jongkok untuk memperjelas penglihatannya.

Karena tidak mau Chusna melihatnya bersedih, Habibi langsung mengusap air mata yang keluar membasahi pipinya dengan tangan kirinya. Habibi berdiri dari duduknya, Chusna juga menegakkan badannya kembali.

“Aku tidak apa-apa.” jawab Habibi dengan tersenyum manis.
“ Tapi tadi matamu mrngeluarkan air mata.”
“Mataku kemasukan debu makanya air mataku keluar.” Chusna tersenyum manis.

Sebenarnya Chusna tidak mempercayai ucapan Habibi, karena jelas-jelas air matanya keluar bukan karna debu, lalu dia juga melamun.

“Aku antar kamu pulang.” tanya habibi.
“Baiklah.” jawab Chusna.
***

“Na! Tunggu.” teriak Habbi yang sedang berlari ke arah Chusna saat pulang sekolah. Chusna pun menghentikan langkah kakinya.

“Mau nggak kita ngobrol dulu?” tanya Habibi dengan nafas terengah-engah.
“Tentu.” jawab Chusna.

“Kita duduk disitu ya?” kata Habibi.

Mereka berdua berjalan ke tempat duduk. “Chusna kau tau kan dari dulu aku menyukaimu? Aku ingin kau membalas cintaku.” memandang wajah Chusna yang memerah.

Chusna berbicara sendiri dalamhati, “Aku tidak bisa membohongi perasaanku yang sedikit demi sedikit menyukai Habibi.” dengan suara gugup Chusna menjawab, ”Akan aku coba membalas cintamu.”

“Tunggu aku, sampai aku kembali disisimu lagi.” kata Habibi.
“Apa maksudmu?” tanya Chusna.
“Aku akan pergi ke USA.” jelas Habibi.
Apa kau akan melanjutkan sekolah disana?” tanya Chusna.
“Aku mohon tunggu aku ya…” pinta Habibi.

Saat itulah hati Habibi sangat senang, saat Chusna bisa membalas cintanya,dan saat itulah Habibi bertekat untuk mengobati penyakitnya ke USA karena dia ingin disamping Chusna untuk selamanya.
***

Satu bulan mereka masih berkomunikasi lewat e-mail. Lama-lama komunikasi itu mulai renggang. Satu tahun Chusna sudah kehilangan komunikasi dengan Habibi pacarnya, tetapi dia mencoba untuk setia pada Habibi karena dia berjanji akan kembali. Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berlalu, kesetiaan dan penantian Chusna mulai berkurang karena sudah tidak ada kabar dari Habibi. Habibi pun tidak kunjung kembali selama tiga tahun. Chusna berfikir, “Apakah dia sudah mempunyai pacar, dan melupakan janji-janji kita untuk hidup bersama?”

Saat Chusna berjalan-jalan ke Mall, dia melihat Reni, sepupu Habibi. Langsung saja Chusna menghampiri Reni untuk menanyakan kekasihnya.

“Benar kamu Reni kan?” tanya Chusna.
“Iya.” jawab Reni.
“sepupunya Habibi?”
“Iya, apa kau Chusna pacanya Habibi?”
“Benar.”
“Maukah kau ngobrol-ngobrol denganku sambil duduk?”
Mereka mencari Caffe untuk ngobrol bersama sambil duduk.
“Bagaimana kabar Habibi?” tanya Chusna sambil duduk di sebelah Reni.
“Sebenarnya…….. Habibi sudah meninggalkan kita semua.”
“Apa maksudmu?”
”Sebenarnya Habibi menderita penyakit Kanker tulang belakang.”
Chusna terkejut mendengar apa yang dikatakan Reni. Air mata menetes dari mata indahnya.

“Saat dia kelas XI SMA, dia berfikir untuk pasrah pada Allah, dan dia terima jika Allah mencabut nyawanya saat itu juga. Tetapi saat dia bertemu kamu dan menyukai kamu dia memohon agar umurnya dipanjangkan hanya untuk bersama kamu seumur hidup. Dia mencoba berbagai cara untuk mengobati penyakitnya dari oprasi yang dilakukan beberapa kali dan terapi. Walaupun sakit dia tetap tegar, itu semua demi kamu Chusna.” di situ air mata Reni juga keluar.

“Apa kau tau dia pergi ke USA untuk apa?”
Disitu Khusna hanya menangis mendengar penjelasan dari Reni.

“Dia ke USA untuk operasi kanker sumsum tulang belakangnya. Setelah operasi kondisi Habibi sangat baik. Karena kondisi yang membaik akhirnya dia kembali ke Indonesia. Namun di Indonesia kondisi Habibi memburuk lagi. Saat Habibi akan menghembuskan nafas terakhirnya dia berkata, “Salamkan buat Chusna, dan sampaikan permintaan maafku karena tidak bisa kembali di sisinya. Katakan pula padanya bahwa dia adalah cinta pertama dan terakhirku.”

Air mata Chusna tidak bisa berhenti. Dia ingin menjerit. Dia tidak ingin mempercayai semua ini. Jika dia sedang bermimpi dia ingin cepat bangun dari tidurnya, dan saat bangun dia ingin melihat Habibi di sampingnya. Sehingga dia bisa memeluk erat Habibi supaya dia tidak bisa lari dari genggamannya.
***

Nur Chasanah, siswi MA AL-ANWAR Paculgowang kelas X ini lahir di Jombang, 06 Juni 1995 beralamat di Balong Ombo desa Pundong Kecamatan Diwek. Dia suka mengisi waktu luang dengan menggambar dan menulis cerpen. Mulai tergerak menulis saat duduk di bangku MTs, katanya meski tulisannya tidak nyambung dia tetap berusaha untuk menulis. Suka membaca karya sastra berupa novel, puisi terlebih karya Chairil Anwar dan komik. Kalau bicara soal film dia tidak mau ketinggalan nonton film Korea dan Anime Persahabatan.

Jawa Pos (Radar Mojokerto) 14 November 2010. Kalau ingin lebih akrab bisa add facebooknya: nur_ana29@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar