Minggu, 01 Agustus 2010

Pecahnya Gumpalan Sekterianisme

Sabrank Suparno

Seekor kecoak lahir di desa Dowong, desa Plosokerep, kecamatan Sumobito, kabupaten Jombang, Jawa Timur, Indonesia.

Sekterianisme berasal dari kata SECK. Secara etimologi artinya bagian tajam, menyudut ke suatu tempat. Kata ini kemudian berkembang (peyoratif) menjadi sektor: bagian ujung. Sekterianisme adalah gerakan pemaham yang memandang suatu tempat dari wilayah sempit. Kebudayaan cara berfikir sekterianis ini tinggalan sistem politik Belanda. Dimana teori politik ini efektif digunakan untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia masa kolonial. Saking kuatnya doktrin penjajah Belanda, sampai saat ini masih mengental di kalangan masyarakat, khususnya orang-orang berpendidikan rendah.

Contoh cara berfikir sekkterian: kita melihat, Dowong, Mojokuripan, Badas, Nglele, Wonokerto, hanya dari pinggir desa Plosokerep atau Dowong. Sehingga dalam pandangan itu kita temukan batas. Disini tempat aku tinggal Plosokerep, dan yang kelihatan agak jauh di sana Mojokuripan, Badas, Nglele, dll yang otomatis beda wilayah. Warga Dowong beda dengan Plosokerep, Badas, Ploso Santren, kepentingannya beda, aktivitas apapun beda. Kalaupun ada kesamaan, tetap dicarikan alasan untuk berbeda. Nah, seharusnya memandang Plosokerep, Dowong, Badas, Mojo dan Nglele itu dari sekala yang lebih luas. Yakni dilihat dari “pojok ane” Sumobito. Maka kita temukan Plosokerep dan Mojokuripan, Dowong dang Nglele, Janti Rejosari itu satu rumpun desa yang berada di Sumobito bagian barat. Tentu lain dengan desa-desa di Sumobito bagian timur. Maka rumpun desa Sumobito bagian barat harus bersatu, rukun, guyup, soalnya tidak ada bedanya, sama-sama Sumobito barat. Tidak pantas, terlalu kerdil dan tolol jika sesama pemuda Sumobito barat tawuran terus-menerus. Melihat Sumobito juga harus dilihat dari Jombang. Maka kita temukan bahwa semua warga Sumobito itu satu rumpun kebudayaan, sama-sama Jombang bagian timur, begitu seterusnya. Memandang Jombang harus dari Surabaya, memandang Surabaya harus dari Jakarta, memandang Indonesia dari luar negeri. Maka kita temukan bahwa kita ini satu nusa, satu bangsa, berkepentingan hidup yang sama

Semua manusia tentu berkeinginan sama, ingin hidup damai, aman, tentram, terpenuhi cita-cita, citra dan cintanya.

Pola pikir yang kita pakai selama ini masih dalam taraf sekkterianistik, belum bisa ke yang lebih luas, yaitu Universal Kosmopolit. Ini terbukti dari prilaku antar warga desa, antar suku, antar golongan, antar agama, antar parpol dan lain sebagainya. Bahkan di desa-desa kalau ada hiburan orkes melayu masih sering “tawuran”. Untuk melunturkan perilaku sekkterianisasi tingalan Belanda ini, bisa kita lakukan 2 hal. Pertama. merantau ke negeri jauh. Kedua , kita terapkan wawasan yang luas, jiwa yang matang, dewasa dan tidak kekanak-kanakan. Dengan demikian kita bisa ambil sikap “berfikir dulu sepuluh kali sebelum melakukan satu hal”, yang hanya sepele dan tidak bermartabat. Lantas apa yang bisa kita banggakan sebagai warga nedara jika tidak mampu merubah budaya sekkterianisme ini menjadi Universal Kosmopolit. Tentu tidak ada, kecuali keterpurukan dan kebobrokan anak manusia.

Pola pikir sekkterianis ini tidak hanya menyangkut wilayah teritorial saja, yakni wilayah yang dibatasi dengan peta, dena suatu wilayah. Tetapi juga merambah kewilayah-wilayah psiko-sosio kultur, yang meliputi aliran, sekte, golongan, sempalan-sempalan, bahkan agama, NU dengan Muhammadiyah, Toriqoh Nahsabandriya dengan Qodiriyah, kaum abangan dengan agamis, islam dengan Kristen, dll. Sekkterianisme hanya akan melahirkan orang-orang kolot, ortodok, kaku, mekongkong. Dimana mereka meletakkan kebenaran hanya bagi dirinya sendiri, sedang yang lainnya salah dan harus dimusuhi. Pada akhirnya mereka beranggapan bahwa sorga adalah miliknya sendiri. Orang lain tidak bisa masuk kalau tidak mengikuti ajakannya. Sekkterianisme juga hanya membikin orang tidak ber-empati dengan sesama. Dimana hanya dirinya yang paling dipandang gagah, sedang orang lain harus tunduk kepadanya.

Bertahun-tahun sikap sekterianistik ini mendarah daging di lingkungan kita khususnya, di Indonesia pada umumnya. Kita harus muak dengan kebodohan semacam ini. Bola harus bergulir. Gumpalan ketololan ini harus pecah. Kalau kita mau dan sungguh……………pasti!!, Kita harus mengawali dan sekaligus memimpin terdepan bangsa ini untuk mewarnai corak hidup tanpa kebencian,tanpa sekkterian

☺ Setetes darah mengalir karena luka
☺ Setes air mata mengalir karena cinta
☺ Merubah dunia dengan kekerasan hanya memupuk dendam
☺ Merubah dunia dengan kasih sayang meninggalkan kesan bersahaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar