Jumat, 20 Agustus 2010

Dibalik Yang Maha Puasa

Sabrank Suparno

Siapakah yang paling berpuasa di antara kaum, umat, agama, lembaga, sejarah, peradaban, ruang, waktu, nonruang, nonwaktu? Jawabnya adalah Alloh, yang dalam bahasa universalnya disebut ‘Tuhan’.

Kaum Moralis membatasi diri ketika membahas tentang tuhan (sebagai pribadi/zat). Dasar filosofinya adalah: fakiru fi kholqilllah, wala tufakiru fi zatillah,(bahaslah tentang apa yang diciptakan, jangan membahas tentang zatNya). Pembatasan kaum Moralis dimaksudkan agar manusia tetap menduduki posisi kehambaan. Memang demikian seharusnya. Ketika hamba mencampuri hak prerogative tuhan, sama halnya tidak bertatakrama (ndlodok). Dan kendlodokan ini dipahami sebagai citra buruk seorang hamba dihadapan tuhan.

Iqbal Abdurrouf Saimena( intelektual muslim India) berpendapat bahwa tuhan: sang ego mutlak, ego tak terbatas. Kemutlakan tuhan jauh di luar kata ‘Yang Maha’ itu sendiri. Di dalam kata’ Yang Maha’masih mengandung arti pembatasan sebagai tanda keluasan. Sedangan sifat keluasan tuhan tidak terbatas dalam ‘Maha’-nya manusia.

Anjuran berpuasa berfungsi sebagai retorika replikasi atas sunnahNya. Jika Alloh tidak Maha Puasa artinya Alloh selalu berpesta. Logikanya, Dia akan melampiaskan kekecewaan, karena ulah manusia yang tidak bersyukur atas suluruh saham yang telah ditanam Alloh. Padahal manusia tidak memiliki andil sedikitpun atas terjadinya alam dan kehidupan. Maka yang terjadi tiap hari adalah gempa, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, wabah penyakit, peperangan, kesalahan sistem pendidikan, sosial politik, berkesenian, berkebudayaan, yang sudah pasti manusia akan hancur oleh kesalahan itu sendiri.

Puasa syari’at, sah dilakukan dengan menetapi syarat: tidak makan, minum, jimak( meskipun dengan istri sah), berbohong, memfitnah, prilaku buruk di siang hari yang sesungguhnya boleh dan wajar. Tetapi dalam ibadah puasa tidak diperbolehkan terlebih dahulu sampai batas waktu magrib. Teori puasa mengajarkan metode ‘pending sesuatu’ untuk tidak dilakukan meskipun diperbolehkan. Metode ini mengisaratkan pentingnya memenejemen hak dasar manusia yang bebas dari ambisi. Sebab, sekecil apapun ambisi akan berakibat buruk terhadap profesionalisme seseorang.

Puasanya Alloh pasti nikmat bagi manusia. Kalau esok masih ada hari (belum kiamat) artinya keuntungan bagi manusia untuk terus dapat melangsungkan sejarah dan peradapannya. Padahal kalau Alloh mau, bisa saja jagat ini dilibas esok hari. Hak prerogative Alloh. Puasa bagi manusia adalah tidak menyertakan nafsu ambisi dalam menentukan kiprahnya. Yang jika menyertakan ambisi sama halnya menyertakan kehancuran bagi diri dan orang lain.

Bagi Muslim, ibadah puasa tidak harus dihubungkan dengan manfaat apapun diluar puasa: kesehatan, kesaktian, perekonomian dan lain-lain yang merupakan ekses lanjutan dari pengaruh puasa. Cukup hanya melaksanakan dan menyadari bahwa itu perintahAlloh. Bersedia melaksanakan perintah (tandang) merupakan nilai baik tersendiri bagi Alloh(sang pemerintah). Kok bersedia diperintah. Padahal memungkinkan untuk tidak bersedia. Seorang anak disuruh orang tuanya belanja ke warung. Ia lalu berangkat. Itu, merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Meskipun keberangkatannya belum tentu membawa hasil yang diinginkan si pesuruh. Kesadaran si anak untuk berangkat merupakan tanda pengabdian bagi orang tua. Sikap pengabdian (puasa) muslim sebagai hamba dan Alloh sebagai pencipta sudah termasuk tujuan puasa.

Puasa selain dipahami sebagai ibadah formal, juga ditafsirkan sebagai karakter psiko-sosial seseorang: gaya hidupnya miskin, tidak kemenyek, tidak mengambil keputusan yang menyengsarakan orang lain, tidak serakah meskipun diberi kesempatan, dan tidak membangun perekonomian rumah tangganya dengan uang gelap: menghalalkan segala cara asal kebutuhan dan kepentingannya terpenuhi.

Puasa, mengurangi jatah makan atau kerakusan. Sel tubuh yang terus berkembang merupakan hasil cerna dari makanan: kalori, protein, lemak dan zat-zat lain penyusun tubuh. Hemoglobin yang mengalir keseluruh tubuh dan ruang otak, berasal dari jenis makanan yang kita konsumsi. Makanan hasil kerakusan ‘merusuhkan’ darah daging dan kinerja otak. Disini puasa berfungsi mengosongkan jumlah sel dalam tubuh, serta mengganti susunan sel baru. Muatan sel lama sudah cukup menjadi beban, dan jika dibiarkan akan meningkatkan kerancuan kinerja tubuh dan sekaligus menurunnya ‘bobot nilai’ tubuh. Dalam pandangan sufi atau psiko- auratik, bobot nilai tubuh itu disebut’yoni’/wisdom. Memudarnya yoni memudar pula kredibilitas seseorang dihadapan Alloh dan lingkungannya.

Mengurangi jumlah muatan sel berarti kambali ke titik nol sebagai enregi power. Sedangkan nol lebih tinggi nilainya dibanding 1 sampai 9. Kapasitar ini akan menjadi bahan ‘penetralisir’ jaringan tubuh yang menyehatkan jasmani dan rohani.

Dalam ruang sosial, puasa berarti jarak pandang. Dalam mengatasi problematika hidup yang multi kompleks dan krusial, diperlukan ruang kosong untuk berfikir. Sehingga keputusan yang diambil benar-benar baik dan tepat.

Sebelum mengalami krisis finansial global, negara-negara modern (Amerika-Eropa), menerapkan sistem kapitalis dengan cara ‘menanam saham sekecil-kecilnya, meraup labah melimpah ruah. Sistem demikian adalah sistem serakah. Dimana keberhasilan dirinya tidak memperhitungkan kerugian pihak lain. Krisis finansial global tahun 2009 lalu adalah puncak kesalahan negara negara modern yang membangun peradabannya tidak berdasarkan sistem puasa. Wajah negaranya dibangun berdasarkan ‘imaj’ kemewahan, dana hutang dari bank dunia. Dan ketika jatuh tempo habis, seluruh nilai saham tersita. Penyitaan besar-besaran itulah yang melumpuhkan sistem korporasi yang merupakan jaringan kebutuhan primer.

Pada tahun 80 an, negara negara barat berobsesi menciptakan dunia ketiga yang ditandai pertumbuhan kesejahteraan mencapai 2:3. padahal sistem kapitalis (nonpuasa), logikanya hanya menciptakan 2:8, dan keadaan ini bertolak belakang dengan rumus kesejahteraan merata.

Dari sini dapat diukur tingkat keberhasilan nilai puasa dalam membangun peradapan. Dan jangan lupa! Puasa bagi muslim dan umat-umat sebelumnya hanyalah replika Tuhan Yang Maha Puasa.

Memori Ramadhan, 20 Agustu 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar