Sabrank Suparno
Siapakah yang paling berpuasa di antara kaum, umat, agama, lembaga, sejarah, peradaban, ruang, waktu, nonruang, nonwaktu? Jawabnya adalah Alloh, yang dalam bahasa universalnya disebut ‘Tuhan’.
Kaum Moralis membatasi diri ketika membahas tentang tuhan (sebagai pribadi/zat). Dasar filosofinya adalah: fakiru fi kholqilllah, wala tufakiru fi zatillah,(bahaslah tentang apa yang diciptakan, jangan membahas tentang zatNya). Pembatasan kaum Moralis dimaksudkan agar manusia tetap menduduki posisi kehambaan. Memang demikian seharusnya. Ketika hamba mencampuri hak prerogative tuhan, sama halnya tidak bertatakrama (ndlodok). Dan kendlodokan ini dipahami sebagai citra buruk seorang hamba dihadapan tuhan.
Iqbal Abdurrouf Saimena( intelektual muslim India) berpendapat bahwa tuhan: sang ego mutlak, ego tak terbatas. Kemutlakan tuhan jauh di luar kata ‘Yang Maha’ itu sendiri. Di dalam kata’ Yang Maha’masih mengandung arti pembatasan sebagai tanda keluasan. Sedangan sifat keluasan tuhan tidak terbatas dalam ‘Maha’-nya manusia.
Anjuran berpuasa berfungsi sebagai retorika replikasi atas sunnahNya. Jika Alloh tidak Maha Puasa artinya Alloh selalu berpesta. Logikanya, Dia akan melampiaskan kekecewaan, karena ulah manusia yang tidak bersyukur atas suluruh saham yang telah ditanam Alloh. Padahal manusia tidak memiliki andil sedikitpun atas terjadinya alam dan kehidupan. Maka yang terjadi tiap hari adalah gempa, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, wabah penyakit, peperangan, kesalahan sistem pendidikan, sosial politik, berkesenian, berkebudayaan, yang sudah pasti manusia akan hancur oleh kesalahan itu sendiri.
Puasa syari’at, sah dilakukan dengan menetapi syarat: tidak makan, minum, jimak( meskipun dengan istri sah), berbohong, memfitnah, prilaku buruk di siang hari yang sesungguhnya boleh dan wajar. Tetapi dalam ibadah puasa tidak diperbolehkan terlebih dahulu sampai batas waktu magrib. Teori puasa mengajarkan metode ‘pending sesuatu’ untuk tidak dilakukan meskipun diperbolehkan. Metode ini mengisaratkan pentingnya memenejemen hak dasar manusia yang bebas dari ambisi. Sebab, sekecil apapun ambisi akan berakibat buruk terhadap profesionalisme seseorang.
Puasanya Alloh pasti nikmat bagi manusia. Kalau esok masih ada hari (belum kiamat) artinya keuntungan bagi manusia untuk terus dapat melangsungkan sejarah dan peradapannya. Padahal kalau Alloh mau, bisa saja jagat ini dilibas esok hari. Hak prerogative Alloh. Puasa bagi manusia adalah tidak menyertakan nafsu ambisi dalam menentukan kiprahnya. Yang jika menyertakan ambisi sama halnya menyertakan kehancuran bagi diri dan orang lain.
Bagi Muslim, ibadah puasa tidak harus dihubungkan dengan manfaat apapun diluar puasa: kesehatan, kesaktian, perekonomian dan lain-lain yang merupakan ekses lanjutan dari pengaruh puasa. Cukup hanya melaksanakan dan menyadari bahwa itu perintahAlloh. Bersedia melaksanakan perintah (tandang) merupakan nilai baik tersendiri bagi Alloh(sang pemerintah). Kok bersedia diperintah. Padahal memungkinkan untuk tidak bersedia. Seorang anak disuruh orang tuanya belanja ke warung. Ia lalu berangkat. Itu, merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Meskipun keberangkatannya belum tentu membawa hasil yang diinginkan si pesuruh. Kesadaran si anak untuk berangkat merupakan tanda pengabdian bagi orang tua. Sikap pengabdian (puasa) muslim sebagai hamba dan Alloh sebagai pencipta sudah termasuk tujuan puasa.
Puasa selain dipahami sebagai ibadah formal, juga ditafsirkan sebagai karakter psiko-sosial seseorang: gaya hidupnya miskin, tidak kemenyek, tidak mengambil keputusan yang menyengsarakan orang lain, tidak serakah meskipun diberi kesempatan, dan tidak membangun perekonomian rumah tangganya dengan uang gelap: menghalalkan segala cara asal kebutuhan dan kepentingannya terpenuhi.
Puasa, mengurangi jatah makan atau kerakusan. Sel tubuh yang terus berkembang merupakan hasil cerna dari makanan: kalori, protein, lemak dan zat-zat lain penyusun tubuh. Hemoglobin yang mengalir keseluruh tubuh dan ruang otak, berasal dari jenis makanan yang kita konsumsi. Makanan hasil kerakusan ‘merusuhkan’ darah daging dan kinerja otak. Disini puasa berfungsi mengosongkan jumlah sel dalam tubuh, serta mengganti susunan sel baru. Muatan sel lama sudah cukup menjadi beban, dan jika dibiarkan akan meningkatkan kerancuan kinerja tubuh dan sekaligus menurunnya ‘bobot nilai’ tubuh. Dalam pandangan sufi atau psiko- auratik, bobot nilai tubuh itu disebut’yoni’/wisdom. Memudarnya yoni memudar pula kredibilitas seseorang dihadapan Alloh dan lingkungannya.
Mengurangi jumlah muatan sel berarti kambali ke titik nol sebagai enregi power. Sedangkan nol lebih tinggi nilainya dibanding 1 sampai 9. Kapasitar ini akan menjadi bahan ‘penetralisir’ jaringan tubuh yang menyehatkan jasmani dan rohani.
Dalam ruang sosial, puasa berarti jarak pandang. Dalam mengatasi problematika hidup yang multi kompleks dan krusial, diperlukan ruang kosong untuk berfikir. Sehingga keputusan yang diambil benar-benar baik dan tepat.
Sebelum mengalami krisis finansial global, negara-negara modern (Amerika-Eropa), menerapkan sistem kapitalis dengan cara ‘menanam saham sekecil-kecilnya, meraup labah melimpah ruah. Sistem demikian adalah sistem serakah. Dimana keberhasilan dirinya tidak memperhitungkan kerugian pihak lain. Krisis finansial global tahun 2009 lalu adalah puncak kesalahan negara negara modern yang membangun peradabannya tidak berdasarkan sistem puasa. Wajah negaranya dibangun berdasarkan ‘imaj’ kemewahan, dana hutang dari bank dunia. Dan ketika jatuh tempo habis, seluruh nilai saham tersita. Penyitaan besar-besaran itulah yang melumpuhkan sistem korporasi yang merupakan jaringan kebutuhan primer.
Pada tahun 80 an, negara negara barat berobsesi menciptakan dunia ketiga yang ditandai pertumbuhan kesejahteraan mencapai 2:3. padahal sistem kapitalis (nonpuasa), logikanya hanya menciptakan 2:8, dan keadaan ini bertolak belakang dengan rumus kesejahteraan merata.
Dari sini dapat diukur tingkat keberhasilan nilai puasa dalam membangun peradapan. Dan jangan lupa! Puasa bagi muslim dan umat-umat sebelumnya hanyalah replika Tuhan Yang Maha Puasa.
Memori Ramadhan, 20 Agustu 2010
Siapakah yang paling berpuasa di antara kaum, umat, agama, lembaga, sejarah, peradaban, ruang, waktu, nonruang, nonwaktu? Jawabnya adalah Alloh, yang dalam bahasa universalnya disebut ‘Tuhan’.
Kaum Moralis membatasi diri ketika membahas tentang tuhan (sebagai pribadi/zat). Dasar filosofinya adalah: fakiru fi kholqilllah, wala tufakiru fi zatillah,(bahaslah tentang apa yang diciptakan, jangan membahas tentang zatNya). Pembatasan kaum Moralis dimaksudkan agar manusia tetap menduduki posisi kehambaan. Memang demikian seharusnya. Ketika hamba mencampuri hak prerogative tuhan, sama halnya tidak bertatakrama (ndlodok). Dan kendlodokan ini dipahami sebagai citra buruk seorang hamba dihadapan tuhan.
Iqbal Abdurrouf Saimena( intelektual muslim India) berpendapat bahwa tuhan: sang ego mutlak, ego tak terbatas. Kemutlakan tuhan jauh di luar kata ‘Yang Maha’ itu sendiri. Di dalam kata’ Yang Maha’masih mengandung arti pembatasan sebagai tanda keluasan. Sedangan sifat keluasan tuhan tidak terbatas dalam ‘Maha’-nya manusia.
Anjuran berpuasa berfungsi sebagai retorika replikasi atas sunnahNya. Jika Alloh tidak Maha Puasa artinya Alloh selalu berpesta. Logikanya, Dia akan melampiaskan kekecewaan, karena ulah manusia yang tidak bersyukur atas suluruh saham yang telah ditanam Alloh. Padahal manusia tidak memiliki andil sedikitpun atas terjadinya alam dan kehidupan. Maka yang terjadi tiap hari adalah gempa, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, wabah penyakit, peperangan, kesalahan sistem pendidikan, sosial politik, berkesenian, berkebudayaan, yang sudah pasti manusia akan hancur oleh kesalahan itu sendiri.
Puasa syari’at, sah dilakukan dengan menetapi syarat: tidak makan, minum, jimak( meskipun dengan istri sah), berbohong, memfitnah, prilaku buruk di siang hari yang sesungguhnya boleh dan wajar. Tetapi dalam ibadah puasa tidak diperbolehkan terlebih dahulu sampai batas waktu magrib. Teori puasa mengajarkan metode ‘pending sesuatu’ untuk tidak dilakukan meskipun diperbolehkan. Metode ini mengisaratkan pentingnya memenejemen hak dasar manusia yang bebas dari ambisi. Sebab, sekecil apapun ambisi akan berakibat buruk terhadap profesionalisme seseorang.
Puasanya Alloh pasti nikmat bagi manusia. Kalau esok masih ada hari (belum kiamat) artinya keuntungan bagi manusia untuk terus dapat melangsungkan sejarah dan peradapannya. Padahal kalau Alloh mau, bisa saja jagat ini dilibas esok hari. Hak prerogative Alloh. Puasa bagi manusia adalah tidak menyertakan nafsu ambisi dalam menentukan kiprahnya. Yang jika menyertakan ambisi sama halnya menyertakan kehancuran bagi diri dan orang lain.
Bagi Muslim, ibadah puasa tidak harus dihubungkan dengan manfaat apapun diluar puasa: kesehatan, kesaktian, perekonomian dan lain-lain yang merupakan ekses lanjutan dari pengaruh puasa. Cukup hanya melaksanakan dan menyadari bahwa itu perintahAlloh. Bersedia melaksanakan perintah (tandang) merupakan nilai baik tersendiri bagi Alloh(sang pemerintah). Kok bersedia diperintah. Padahal memungkinkan untuk tidak bersedia. Seorang anak disuruh orang tuanya belanja ke warung. Ia lalu berangkat. Itu, merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Meskipun keberangkatannya belum tentu membawa hasil yang diinginkan si pesuruh. Kesadaran si anak untuk berangkat merupakan tanda pengabdian bagi orang tua. Sikap pengabdian (puasa) muslim sebagai hamba dan Alloh sebagai pencipta sudah termasuk tujuan puasa.
Puasa selain dipahami sebagai ibadah formal, juga ditafsirkan sebagai karakter psiko-sosial seseorang: gaya hidupnya miskin, tidak kemenyek, tidak mengambil keputusan yang menyengsarakan orang lain, tidak serakah meskipun diberi kesempatan, dan tidak membangun perekonomian rumah tangganya dengan uang gelap: menghalalkan segala cara asal kebutuhan dan kepentingannya terpenuhi.
Puasa, mengurangi jatah makan atau kerakusan. Sel tubuh yang terus berkembang merupakan hasil cerna dari makanan: kalori, protein, lemak dan zat-zat lain penyusun tubuh. Hemoglobin yang mengalir keseluruh tubuh dan ruang otak, berasal dari jenis makanan yang kita konsumsi. Makanan hasil kerakusan ‘merusuhkan’ darah daging dan kinerja otak. Disini puasa berfungsi mengosongkan jumlah sel dalam tubuh, serta mengganti susunan sel baru. Muatan sel lama sudah cukup menjadi beban, dan jika dibiarkan akan meningkatkan kerancuan kinerja tubuh dan sekaligus menurunnya ‘bobot nilai’ tubuh. Dalam pandangan sufi atau psiko- auratik, bobot nilai tubuh itu disebut’yoni’/wisdom. Memudarnya yoni memudar pula kredibilitas seseorang dihadapan Alloh dan lingkungannya.
Mengurangi jumlah muatan sel berarti kambali ke titik nol sebagai enregi power. Sedangkan nol lebih tinggi nilainya dibanding 1 sampai 9. Kapasitar ini akan menjadi bahan ‘penetralisir’ jaringan tubuh yang menyehatkan jasmani dan rohani.
Dalam ruang sosial, puasa berarti jarak pandang. Dalam mengatasi problematika hidup yang multi kompleks dan krusial, diperlukan ruang kosong untuk berfikir. Sehingga keputusan yang diambil benar-benar baik dan tepat.
Sebelum mengalami krisis finansial global, negara-negara modern (Amerika-Eropa), menerapkan sistem kapitalis dengan cara ‘menanam saham sekecil-kecilnya, meraup labah melimpah ruah. Sistem demikian adalah sistem serakah. Dimana keberhasilan dirinya tidak memperhitungkan kerugian pihak lain. Krisis finansial global tahun 2009 lalu adalah puncak kesalahan negara negara modern yang membangun peradabannya tidak berdasarkan sistem puasa. Wajah negaranya dibangun berdasarkan ‘imaj’ kemewahan, dana hutang dari bank dunia. Dan ketika jatuh tempo habis, seluruh nilai saham tersita. Penyitaan besar-besaran itulah yang melumpuhkan sistem korporasi yang merupakan jaringan kebutuhan primer.
Pada tahun 80 an, negara negara barat berobsesi menciptakan dunia ketiga yang ditandai pertumbuhan kesejahteraan mencapai 2:3. padahal sistem kapitalis (nonpuasa), logikanya hanya menciptakan 2:8, dan keadaan ini bertolak belakang dengan rumus kesejahteraan merata.
Dari sini dapat diukur tingkat keberhasilan nilai puasa dalam membangun peradapan. Dan jangan lupa! Puasa bagi muslim dan umat-umat sebelumnya hanyalah replika Tuhan Yang Maha Puasa.
Memori Ramadhan, 20 Agustu 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar