Jumat, 23 Juli 2010

Wanita: Lahirnya Macan Kupluk’an

Sabrank Suparno

Jika suatu saat Indonesia mercusuar kembali seperti saat Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk bertengger di singgasana kerajaan Majapahit dulu, maka kebesaraan kekuasannya kondang tersiar ke manca negara. Expansi pengaruhnya sampai kedataran Malaysia, Vietnam, Filipina, bahkan semenanjung Malaka. Keaneka ragaman seni budaya unik dan tampil sebagai exspresi bentuk jiwa. Perekonomian terbangun dari hasil bumi hortikultura dan kreatifitas perindustrian, dan diimbanginya watak corak hidup dengan ideologi modern yang bertemu ruas kutub keilmuannya dengan ilmu agama. Bukan tidak mungkin! Indonesia suatu saat akan menjadi negara sentral acuhan dunia. Sebagai poros sejarah. Kenapa demikian? Karena pergeseran Indonesia ke masa datang, akan tampil sebagai negara “macan kupluk’an”. Yakni negara besar yang maju di berbagai sektor kehidupan, lebih-lebih di amping dengan jiwa keagamaan yang matang.

Jika suatu saat Indonesia mercusuar kembali, siapakah yang paling di acungi jempol, diberi penghargaan tinggi atas kredibilitasnya. Wanita-wanita Indonesia sesungguhnya yang menjadi engine power penggerak komparasi sejarah. Satu persatu mereka mengawali pergerakannya mengabdi di dunia pendidikan sebagai bekal hidup. Berbakti kepada masnyarakat sebagai implementasi keilmuanya. Menjaga nama baik orang tua dan keluarga. Mereka juga akan berbakti kepada suami demi membentuk spora-spora keluarga sakinah Indonesia. Dengan serta merta wanita ini menyadari, mengerti dan memahami bahwa keluarga mereka adalah bagian dari keluarga Indonesia, yang sudah barang tentu ada agenda perjuangan untuk negeri ini, disamping perjuangan untuk anak dan keluarga.

Satu persatu wanita ini menemukan lelaki kekasih hati yang akan menjadi suami dalam hidupnya. Mata mereka akan bertatapan berabad-abad. Karena bukan hari itu mereka bertemu, tetapi sesungguhnya nyawa mereka sudah dijodohkan Allah sejak berjuta-juta tahun lalu di Suralaya. Anak-anak mereka telah lahir di Cakrawala. Bagi suami mereka wanita Indonesia ini istri yang terbaik baginya. Dia hanya ada satu diantara semilyar wanita di dunia. Yang suami sejuk dan damai bersemayam di bawah kelopak matanya, dan berteduh di bawah alisnya. Wanita ini adalah perempuan berwajah gaib, menyimpan rahasia dunia akhirat. Laksana syair: jika wanita ini berkelebat di siang hari pongah- langkahnya sejukan rumah. Wanita ini adalah tampilan babak baru lembaran sejarah ibu rumah tangga. Dimana model ibu RT yang sekarang sudah di anggap baku, mandek, tipical, hampa, basi, dan terasa berulang-ulang itu itu saja. Wanita babak baru ini adalah sosok wanita yang kedewasaannya ibarat metafor berwajah seperti lautan dan bertubuh seperti samudra. Para nelayan zaman tidak diperkenankan bertanya atau menjawab tentang kedalaman dan keluasan, melainkan harus menyelam untuk mengais ikan-ikan dan mutiara di dalamnya. Wanita-wanita ini dengan mudah dan entengnya mengatasi, melingkupi, dan menampung permasalahan seruwet dan sebesar apapun dalam rumah tangganya.Wanita ini juga mengerti betul bahwa dirinya sesunggunya tidaklah mereferentasi eksistensinya dalam hidup. Karena sesungguhnya wanita itu tidak pernah ada dalam hidup. Wanita adalah laki-laki. Cuma dia tampil sebagai wanita, karena susunan sel seluruh tubuh wanita dari ujung kuku sampai ujung rambut adalah tulang rusuk laki-laki. Menyayangi wanita berarti menyayangi dirinya sendiri, demikian pula jika melukainya. Dengan berdiri di hadapan wanita, lelaki seolah berdiri di depan cermin. Sebab ia memandang dirinya sendiri. Bagi pejantan sejati negeri ini, tidak perlu terlalu tolol selingkuh dengan seribu kekasih. Cukup satu saja kekasih wanita Indonesia, tetapi kreatifitas cintanya di bangun sedahsyat mungkin, sehingga terasa memiliki kekasih seribu.

Barometer kecantikan para wanita ini bukanlah dari parasnya. Tapi dari manifestasi hembusan kalbunya. Sebab tubuh bukanlah jiwa, tubuh hanyalah rumah bagi jiwa. Di dalam tubuh yang indah belum tentu dihuni jiwa yang indah. tetapi dalam jiwa yang indah pasti tersirat tubuh yang indah. Wanita ini tidak tinggi, bahenol, kaya, berpendidikan tinggi. Tapi cukup apakah mereka mampu selalu tersenyum dalam hidupnya, dan mampu membikin senyum bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Cantik bodinya hanya sesuatu yang temporal sifatnya, lekas terkekang masa dan pertukaran waktu.
o Raja angin lintasi pulau ○ Sesekali pongah terbuai
o Mandang wajahnya insan terpukau ○ bukan paras wajah tapi inner beauty

Wanita Indonesia ini menyadari, kalau dirinya cantik sesungguhnya, bukan dirinya yang cantik. Tapi hanyalah sifat cantik Allah yang dirasukkan kedalam dirinya. Apa yang terjadi jika sifat cantik Allah di inggati dari dirinya. Maka kecantikan parasnya tidak berubah. Dia tetap cantik seperti semula, tapi tak adalagi orang simpati kepadanya. Justru malah sebaliknya, semua orang mencemoohnya. Sebagaimana jika engkau kaya. Sesungguhnya bukan engkau yang kaya, tapi sifat kaya Allah yang dititipkan padamu. Apa yang terjadi jika sifat kaya Allah dicabut dari dirimu, maka engkau sebagai profil manusia tidak berubah. Tapi harta dan kekayaanmu ludes dalam sekejap.

Berdasarkan ini semua wanita ini takkan pernah sombong dalam hidupnya. Tapi justru bersyukur dan sibuk menjaga titipan Allah agar jangan sampai dicabut terkikis habis. Cantik, pandai, berpengaruh, kuliah, alim, bahkan khusyuk. Semua murni saham Allah semata. Tidak ada kehebatan manusia sedikitpun untuk bisa apa saja, kecuali merendah.

Wanita-wanita ini juga akan mengandung dan melahirkan anak-anak negeri. Yang pada masanya kelak anak-anak mereka bakal menjadi pelaku sejarah di zamannya. Anak yang sejak dalam kandungan sudah di bentuk embrio darah daging dengan berdiskusi , membaca Al-Qur’an, mendendangkan shalawat, diba’an, istighosah, dan lain-lain. Anak – anak yang di susui para wanita dengan cinta kasih, dan ketulusan. Sebab posisi kosmis bayi pada saat menyusui sangatlah berpengaruh kelak jika dewasa. Apakah anak –anak ini akan menjadi anak yang nakal, seberapa besar tingkat kenakalannya, apakah ada potensi anak untuk kembali baik di umur sekian, atau lacut sekalian. Seolah-olah wanita ini sudah mengetahuinya sejak anak dalam pangkuan. Ketika ibu menyusui, yang tarjadi adalah dialektika cinta, dimana hembusan hati sang ibu di rekam jelas dalam benak anak. Dan anak pasti merealisasikan suara hati ibunya jika besar nanti. Kalau baik yang hembuskan maka akan menjadi anak yang baik. Kalau buruk, dengki, irihati, saling curiga dan was-was terhadap keadaan, maka anak akan merekam hembusan hati ibunya dengan perilaku buruk.

Peran pro aktif para wanita Indonesia masa depan sangatlah menentukan Indonesia masa datang. Dengan membentuk keluarga sakinah, mendidik anak secara tepat, berarti wanita ini mulai menguatkan barisan tiang Negara. Negara yang kokoh terbangun dari pilar yang kokoh pula. Sedang pilar Negara adalah para wanita. Wanita Indonesia masa datang adalah wanita yang gigih mempertahankan keutuhan rumah tangga nya. Cincin tunangan yang melingkar di jari manisnya bukanlah sekedar cincin emas bikinan toko, tapi lebih dalam maknanya. Cincin itu adalah cincin yang terbuat dari tulang rusuk suaminya yang dipatahkan sebelah kiri, dilingkarkan dan dititipkan di jari manis wanitanya. Teori bulatan cincin simbol dari teori keutuhan rumah tangga. Selayaknyalah para wanita menjaga cincin itu sampai usia senja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar