Selasa, 02 Juni 2020

Ludruk Karya Budaya: Tradisi Yang Hidup dan Bergerak Dinamis

Djoko Saryono *

Bagi saya, Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto pertama-tama bukan sosok seni tradisi Jawa, dalam hal ini seni pertunjukan tradisional rakyat Jawa Timur, yang mampu bertahan dan bernafas hidup pada zaman sekarang, Abad XXI yang penuh pancaroba.

Usia yang beberapa hari lalu mencapai 51 tahun bukan saja menandakan paguyuban ini mampu melintasi pergantian abad yang punya ekosistem dan ekologi budaya berbeda, tetapi menandakan juga kemenangan/keberhasilan dalam percaturan, pergulatan atau pergumulan kultural -- baik sosiokultural, geokultural maupun religiokultural -- yang harus dijalani oleh organisasi-organisasi tradisi. Paling tidak paguyuban ini tak tenggelam dan menghilang -- seperti halnya seni-seni tradisi yang lain, khususnya seni teater tradisional yang rapuh dan tumbang -- dihempas perubahan zaman, yang dimaknai membawa modernitas.

Sebab itu, bagi saya, Ludruk Karya Budaya Mojokerto, yang sekarang dipimpin dan diasuh oleh Edy Karya, merupakan sosok konkret tradisi yang hidup sehat di tengah zaman penuh ketakpastian, ketakterdugaan, kemenduan, dan kompleksitas yang susah dinamai dan dipahami secara sederhana. Ludruk Karya Budaya merupakan sosok tradisi yang mampu, berani, dan berhasil berdialog, berdialektika, tawar-menawar, dan bernegosiasi dengan tradisi lain dan modernitas pada satu sisi dan pada sisi lain dengan berbagai disrupsi yang datang cepat dan bertubi-tubi. Ini menandakan Ludruk Karya Budaya bukan saja mampu menyesuaikan diri dengan ekosistem dan ekologi budaya baru, melainkan juga mampu beradaptasi secara lentur-kenyal dan berkoeksistensi dengan modernitas dan disrupsi yang silih berganti. Meskipun untuk itu harus ditebus dengan kesusahan, kesulitan, penderitaan, dan pengorbanan dari seluruh warga komunitas atau paguyuban.

Lebih jauh hal tersebut menandakan bahwa tradisi yang hidup itu dinamis, punya greget dan gumregah melayani secara proaktif berbagai tantangan dan ancaman yang selalu ada baik laten maupun momentan. Dengan cara itu kiranya Ludruk Karya Budaya juga dapat selamat dari terjangan buldoser tantangan dan ancaman yang bergerak tak pernah hati. Minimal Ludruk Karya Budaya sanggup meloloskan diri dari kematian atau kepunahan dengan cara terus menggerakkan dinamika internal dan menari bersama dinamika eksternal. Edy Karya dan sebelumnya orang tuanya berhasil menggerakkan Ludruk Karya Budaya sebagai tradisi sehingga tradisi ludruk dinamis dan adaptif -- dinamis bergerak bersama tradisi lain dan modernitas, adaptif menyerap serat semangat dan elemen tradisi lain dan modernitas dan lalu mencangkokkannya ke dalam tradisi ludruk. Dengan Ludruk Karya Budaya, Edy Karya mampu menampik persepsi umum bahwa tradisi itu beku-kaku bagaikan manekin yang dipajang di etalase kebudayaan. Hasilnya Ludruk Karya Budaya bisa berumur setengah abad lebih berkat kemampuan melakukan dinamika kelompok.

Sebab itu, tak berlebihan kalau saya katakan bahwa Paguyuban Ludruk Karya Budaya merupakan laboratorium tradisi yang hidup dinamis, yang mampu bergerak di tengah disrupsi bertubi-tubi. Paguyuban Ludruk Karya Budaya adalah eksemplar tradisi yang hidup di tengah zaman modern, ultra-modern, bahkan post-modern atau entah apalagi sebutan lainnya. Yang pasti: Paguyuban Ludruk Karya Budaya adalah bukti konkret bahwa budaya atau kesenian tak bekerja dengan hukum linier-lurus ke depan, sering tawar-menawar melalui jalan memutar. Dalam revolusi digital atau Revolusi Industri 4.0, tradisi tak tumbang dan berkalang tanah, sering juga menumpang di dalamnya.

Selamat ulang tahun ke-51 Paguyuban Ludruk Karya Budaya. Meski agak terlambat, ucapan selamat tetap berguna. Sebab ucapan selamat adalah doa.

_____________
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.
http://sastra-indonesia.com/2020/06/ludruk-karya-budaya-tradisi-yang-hidup-dan-bergerak-dinamis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar