Jumat, 29 Mei 2020

Covid-19, Momentum Kebangkitan Puisi Doa

Imam Nawawi *

Covid-19 telah memakan ribuan nyawa manusia, dan pada saat bersamaan dari rahimnya, lahir era baru: “Puisi Doa.” Semua figur publik misalkan dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa membacakan puisi berjudul Li Khomsatun, yang diyakini sebuah hizib dalam aliran tarekat Syadziliyah dan Naqsyabandiyah. Kemudian disusul Mahfud MD., yang membacakan puisi milik Chairil Anwar. Lalu bapak Menko Polhukam mengatakan, “Saya bersama para Menko, ketua DPR, DPD dan MPR, membaca puisi doa bersama.”

Terakhir perlu disebut, Kiai Penyair dari Madura, D. Zawawi Imron, menciptakan Puisi Doa berjudul “Tiarap.” Nama-nama ini mewakili para penyair senior maupun muda lain yang tidak bisa disebut satu-persatu, tapi mereka menciptakan Puisi Doa, dan memposting di media sosial masing-masing. Berikut penyair Mahwi Air Tawar lewat karyanya bertitel “Ingin Kutulis Sajak Tentangmu, Corona” dimuat cakradunia.co, 29 Maret 2020. Dan belakangan, pondok pesantren juga merayakan puisi doa, seperti ditulis Kiai Aguk Irawan MN dari Yogyakarta, ataupun Kiai Imam Jazuli dari Cirebon.

Covid-19 menjadi penanda revivalitas Puisi Doa. Genre ini sebenarnya sudah cukup populer di luar sana, tetapi jarang didiskusikan di sini. Di dunia kampus, ada nama Hamsa Stainton yang perlu disebut. Sebuah disertasi ditulisnya berjudul “Poetry and Prayer: Stotras in the Religious and Literary History of Kashmir.” Dengan mempertahankan disertasi Puisi Doa, ia mendapati gelar doktor dari Columbia University tahun 2013. Hamsa membahas puisi-puisi doa di dalam agama Hindu, seperti aliran Siwaisme, juga hubungannya dengan hermeneutika.

Lebih tua dari Hamsa, ada nama lain, sebut saja Patricia Marie Garcia, yang di tahun 2006 menulis disertasi berlabel “Poetry, Prayer, And Pedagogy:  Writings By And For  The English Catholic Community, 1547-1650”. Dengan mempertahankan disertasi tentang Puisi Doa ini, ia memperoleh gelar doktor dari Texas A&M University, Amerika. Garcia membahas puisi-puisi yang dipersembahkan pada perawan kudus Maria, dan kelahiran Yesus. Agama Nashrani versi Garcia tersebut sebagaimana Hindu versi Hamsa ditampilkan sebagai “kedekatan doa dan puisi”.

Ada sebuah buku ditulis tahun 1994 oleh Bilhah Nitzan berjudul “Qumran Prayer and Religious Poetry,” diterbitkan E.J. Brill, di Leiden, New York maupun Koln. Penelitiannya mengenai Puisi Doa telah hari jauh dilakukan, terbilang sejak 1982 hingga 1989. Dari perjalanan sangat panjang risetenya itu, ia berkesimpulan tentang dimensi historis perkembangan religius puisi doa dalam tradisi Judaisme. Sampai di sini, sudah bisa dikatakan bahwa Puisi Doa merupakan satu genre tersendiri di antara berbagai genre puisi lainnya. Ini yang terjadi di dunia Timur.

Di dunia Barat, kita bisa menyebut Philip C. McGuire, yang menulis artikal jurnal berjudul “Private Prayer and English Poetry in the Early Seventeenth Century,” diterbitkan Studies in English Literature, 1500-1900, Vol. 14, No. 1, The English Renaissance (Winter, 1974), hlm. 63-77. McGuire, menceritakan tentang kajian-kajian Louis L. Martz, yang berbicara pengaruh meditasi terhadap kelahiran puisi doa di Ingris pada abad 17 Masehi. Beberapa nama “penyair doa” dari Ingris yang disebut antara lain Jonson, Donne, dan Herbert. Uniknya lagi, puisi doa dari para penyair ini dianggap sangat mewarnai kebangkitan era pencerahan (Renaissance). Ini yang terjadi di Eropa Barat.

Di Eropa Tengah, kita juga bisa menyebut perkembangan Puisi Doa di Slovakia. Sebuah tulisan dari Jana Jugasova berjudul “Prayer in Contemporary Sloval Poetry: Current Genre Tendencies”, diterbitkan Religious and Sacred Poetry: An International Quarterly of Religion, Culture and Education, Vol. 2, No. 2, 2014, hlm. 115-140, cukup menarik untuk dibahas. Bukan saja sebab pergeseran dari Barat agar ke Timur, tetapi J. Juhasova juga menganalisa sejarah Puisi Doa di Slovakia dari abad 20 hingga abad 21 ini, dan menemukan kecenderungan baru pada Puisi Doa, yakni yang semula bicara ideologi totalitarianisme menuju ideologi demokrasi liberal. Selain itu, J. Johasova pun menyebutkan pergeseran tendensi Puisi Doa ini menggambarkan pergeseran atas nilai realitas sosialnya.

Pada Rusia, kita temukan tulisan dari Elena Alexandrovna Kuchina, “Prayer And The ‘Spiritual Constituent’ In The Image Of A Beloved In Alexander Pushkin's Lyric Poetry,” yang diterbitkan Problema, 2013, hlm: 66. E.A. Kuchina membahas unsur-unsur doa yang kental dalam puisi lirik karya penyair Alexander Pushkin. Puisi-puisi doa Pushkin, dipersembahkan kepada perempuan, yakni sebuah puisi cinta yang berasaskan spirit ilahiah; spirit Kristen tentang makna keindahan.

Dengan kata lain penulis ingin sampaikan, bahwa Covid-19 yang berwajah menyeramkan telah menelan ribuan nyawa manusia ditukar dengan kelahiran kembali Puisi Doa di Indonesia, baik digagas murni seniman pun didukung birokrat atau pemerintah. Demikian, dan selebihnya mari berkarya untuk mencipta puisi-puisi doa kita masing-masing, terlebih demi keselamatan bangsa dan negara di masa depan secara umum, serta bagi kepentingan jangka pendek menolak wabah Covid-19. Wallahu a’lam bis shoawab.

*) Imam Nawawi, santri-humanis Madura.
http://sastra-indonesia.com/2020/05/covid-19-momentum-kebangkitan-puisi-doa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar