Imam Nawawi *
Covid-19 telah memakan ribuan nyawa manusia, dan pada saat bersamaan dari rahimnya, lahir era baru: “Puisi Doa.” Semua figur publik misalkan dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa membacakan puisi berjudul Li Khomsatun, yang diyakini sebuah hizib dalam aliran tarekat Syadziliyah dan Naqsyabandiyah. Kemudian disusul Mahfud MD., yang membacakan puisi milik Chairil Anwar. Lalu bapak Menko Polhukam mengatakan, “Saya bersama para Menko, ketua DPR, DPD dan MPR, membaca puisi doa bersama.”
Terakhir perlu disebut, Kiai Penyair dari Madura, D. Zawawi Imron, menciptakan Puisi Doa berjudul “Tiarap.” Nama-nama ini mewakili para penyair senior maupun muda lain yang tidak bisa disebut satu-persatu, tapi mereka menciptakan Puisi Doa, dan memposting di media sosial masing-masing. Berikut penyair Mahwi Air Tawar lewat karyanya bertitel “Ingin Kutulis Sajak Tentangmu, Corona” dimuat cakradunia.co, 29 Maret 2020. Dan belakangan, pondok pesantren juga merayakan puisi doa, seperti ditulis Kiai Aguk Irawan MN dari Yogyakarta, ataupun Kiai Imam Jazuli dari Cirebon.
Covid-19 menjadi penanda revivalitas Puisi Doa. Genre ini sebenarnya sudah cukup populer di luar sana, tetapi jarang didiskusikan di sini. Di dunia kampus, ada nama Hamsa Stainton yang perlu disebut. Sebuah disertasi ditulisnya berjudul “Poetry and Prayer: Stotras in the Religious and Literary History of Kashmir.” Dengan mempertahankan disertasi Puisi Doa, ia mendapati gelar doktor dari Columbia University tahun 2013. Hamsa membahas puisi-puisi doa di dalam agama Hindu, seperti aliran Siwaisme, juga hubungannya dengan hermeneutika.
Lebih tua dari Hamsa, ada nama lain, sebut saja Patricia Marie Garcia, yang di tahun 2006 menulis disertasi berlabel “Poetry, Prayer, And Pedagogy: Writings By And For The English Catholic Community, 1547-1650”. Dengan mempertahankan disertasi tentang Puisi Doa ini, ia memperoleh gelar doktor dari Texas A&M University, Amerika. Garcia membahas puisi-puisi yang dipersembahkan pada perawan kudus Maria, dan kelahiran Yesus. Agama Nashrani versi Garcia tersebut sebagaimana Hindu versi Hamsa ditampilkan sebagai “kedekatan doa dan puisi”.
Ada sebuah buku ditulis tahun 1994 oleh Bilhah Nitzan berjudul “Qumran Prayer and Religious Poetry,” diterbitkan E.J. Brill, di Leiden, New York maupun Koln. Penelitiannya mengenai Puisi Doa telah hari jauh dilakukan, terbilang sejak 1982 hingga 1989. Dari perjalanan sangat panjang risetenya itu, ia berkesimpulan tentang dimensi historis perkembangan religius puisi doa dalam tradisi Judaisme. Sampai di sini, sudah bisa dikatakan bahwa Puisi Doa merupakan satu genre tersendiri di antara berbagai genre puisi lainnya. Ini yang terjadi di dunia Timur.
Di dunia Barat, kita bisa menyebut Philip C. McGuire, yang menulis artikal jurnal berjudul “Private Prayer and English Poetry in the Early Seventeenth Century,” diterbitkan Studies in English Literature, 1500-1900, Vol. 14, No. 1, The English Renaissance (Winter, 1974), hlm. 63-77. McGuire, menceritakan tentang kajian-kajian Louis L. Martz, yang berbicara pengaruh meditasi terhadap kelahiran puisi doa di Ingris pada abad 17 Masehi. Beberapa nama “penyair doa” dari Ingris yang disebut antara lain Jonson, Donne, dan Herbert. Uniknya lagi, puisi doa dari para penyair ini dianggap sangat mewarnai kebangkitan era pencerahan (Renaissance). Ini yang terjadi di Eropa Barat.
Di Eropa Tengah, kita juga bisa menyebut perkembangan Puisi Doa di Slovakia. Sebuah tulisan dari Jana Jugasova berjudul “Prayer in Contemporary Sloval Poetry: Current Genre Tendencies”, diterbitkan Religious and Sacred Poetry: An International Quarterly of Religion, Culture and Education, Vol. 2, No. 2, 2014, hlm. 115-140, cukup menarik untuk dibahas. Bukan saja sebab pergeseran dari Barat agar ke Timur, tetapi J. Juhasova juga menganalisa sejarah Puisi Doa di Slovakia dari abad 20 hingga abad 21 ini, dan menemukan kecenderungan baru pada Puisi Doa, yakni yang semula bicara ideologi totalitarianisme menuju ideologi demokrasi liberal. Selain itu, J. Johasova pun menyebutkan pergeseran tendensi Puisi Doa ini menggambarkan pergeseran atas nilai realitas sosialnya.
Pada Rusia, kita temukan tulisan dari Elena Alexandrovna Kuchina, “Prayer And The ‘Spiritual Constituent’ In The Image Of A Beloved In Alexander Pushkin's Lyric Poetry,” yang diterbitkan Problema, 2013, hlm: 66. E.A. Kuchina membahas unsur-unsur doa yang kental dalam puisi lirik karya penyair Alexander Pushkin. Puisi-puisi doa Pushkin, dipersembahkan kepada perempuan, yakni sebuah puisi cinta yang berasaskan spirit ilahiah; spirit Kristen tentang makna keindahan.
Dengan kata lain penulis ingin sampaikan, bahwa Covid-19 yang berwajah menyeramkan telah menelan ribuan nyawa manusia ditukar dengan kelahiran kembali Puisi Doa di Indonesia, baik digagas murni seniman pun didukung birokrat atau pemerintah. Demikian, dan selebihnya mari berkarya untuk mencipta puisi-puisi doa kita masing-masing, terlebih demi keselamatan bangsa dan negara di masa depan secara umum, serta bagi kepentingan jangka pendek menolak wabah Covid-19. Wallahu a’lam bis shoawab.
*) Imam Nawawi, santri-humanis Madura.
http://sastra-indonesia.com/2020/05/covid-19-momentum-kebangkitan-puisi-doa/
Jumat, 29 Mei 2020
Covid-19, Momentum Kebangkitan Puisi Doa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A. Azis Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Muttaqin
A. Rego S. Ilalang
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
A’Syam Chandra Manthiek
Aang Fatihul Islam
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Aditya Ardi Nugroho
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Sulton
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Idris
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Ali Rif’an
Amien Kamil
Andhi Setyo Wibowo
Andry Deblenk
Anggi Putri
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Arie MP Tamba
Arisyntya Hidayah
Artikel
Ary Nugraheni
Asarpin
Ayu Nuzul
Balada
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Binhad Nurrohmat
Budaya
Bung Tomo
Bustanul Arifin
Catatan
Catullus
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chamim Kohari
Choirul
Cucuk Espe
Dami N. Toda
Daru Pamungkas
Denny JA
Denny Mizhar
Devi M. Lestari
Dhenok Kristianti
Dian DJ
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Saryono
Dody Yan Masfa
Donny Darmawan
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Permadi
Emha Ainun Nadjib
Endah Wahyuningsih
Esai
Esti Nuryani Kasam
Eva Dwi Kurniawan
Evan Gunanzar
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Fanani Rahman
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrahman Karyadi
Fathurrochman Karyadi
Fathurrozak
Felix K. Nesi
Forum Sastra Jombang
Galuh Tulus Utama
Gandis Uka
Geguritan
Gol A Gong
Gombloh (1948 – 1988)
Grathia Pitaloka
Gus Noy
Gusti Eka
Hadi Napster
Hadi Sutarno
Halim HD
Hamka
Hamzah Tualeka Zn
Hardy Hermawan
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Husnul Khotimah
Ignas Kleden
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imas Senopati
Indria Pamuhapsari
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
J Anto
Jamal Ma’mur Asmani
John H. McGlynn
Jombangan
Junaedi
Kalis Mardiasih
Kardono Setyorakhmadi
Kasnadi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KetemuBuku Jombang
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Mikail
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Latief Noor Rochmans
Liestyo Ambarwati Khohar
M Rizqi Azmi
M. Aan Mansyur
M. Abror Rosyidin
M. Badrus Alwi
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Mardiansyah Triraharjo
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Marjohan
Massayu
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Mh Zaelani Tammaka
Miftachur Rozak
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Antakusuma
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Yasir
Mukadi
Mukani
Munawir Aziz
Musfeptial Musa
Nawa Tunggal
Nawangsari
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nur Chasanah
Nurel Javissyarqi
Ocehan
Oei Hiem Hwie
Oka Rusmini
Opini
Padhang Mbulan
Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Prosa
Puisi
Purwanto
Putu Wijaya
R Giryadi
Raedu Basha
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan Al-yafi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Resensi
Reyhan Arif Pambudi
Ribut Wijoto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rony Agustinus
Rudi Haryatno
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Arimba
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Samsudin Adlawi
Sasti Gotama
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Selendang Sulaiman
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Silka Yuanti Draditaswari
Siti Sa'adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sugito Ha Es
Suharsono
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tri Wahyu Utami
Ulfatul Muhsinah (Oshin)
Umar Fauzi Ballah
Universitas Jember
Virdika Rizky Utama
Vyan Tashwirul Afkar
W.S. Rendra
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wong Wing King
Yanuar Yachya
Yudhistira Massardi
Yusuf Suharto
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar