Selasa, 27 Desember 2011

Mengenang Musisi asal Jombang, Gombloh (1948 – 1988)

Nurel Javissyarqi
http://media-jawatimur.blogspot.com/

Catatan ini diracik dari pelbagai sumber. Gombloh lahir di Jombang 14 Juli 1948 bernama asli Soedjarwoto Soemarsono, anak keempat dari enam bersaudara atas keluarga Slamet - Tatoekah. Sekolah di SMAN Lima Surabaya, masuk Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Meski tergolong pandai, namun dirinya tak berniat menyelesaikan kuliahnya. Berkelana ke Pulau Dewata Bali, sebagai seniman berjiwa merdeka. Ia dikenal mencipta lagu-lagu Nasionalis: Dewa Ruci, Gugur-gugur Bunga, Gaung Mojokerto - Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Kebyar-Kebyar, Pesan Buat Negeriku serta BK. Juga mengangkat kekisah rakyat jelata, Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku.

Sangat disayangkan Pemerintah Indonesia baru memberi perhatian terhadap karya-karyanya setelah ia tiada, untuk lagu Kebyar-Kebyar. Lagu tersebut (1979) di masa hidupnya tak dapat tempat sama sekali. Namun kini berdampingan dengan lagu; Padamu Negeri (Kusbini), Berkibarlah Benderaku (Ibu Sud), Dari Sabang Sampai Merauke (R Surarjo) sebagai lagu wajib Nasional.

Martin Hatch, peneliti dari Cornell University mempelajari lagu dalam albumnya, Berita Cuaca (1982), mengangkat ke sebuah karya ilmiah bertajuk Social Criticsm In The Songs Of 1980’s Indonesian Pop Country Singers, yang dipresentasikan dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology, berlangsung di Toronto Kanada 2-5 November 2000. Makalahnya meneliti kekuatan nilai lagu Gombloh dalam perspektif kehidupan sosial: Berita Cuaca, Hong Wilaheng Sekareng Bawono Langgeng, Denok-Denok Debleng, Ujung Kulon Baloran, 3600 Detik, Kebayan-Kebayan, Hitam Putih serta Kami, dan Alam.

Memasuki tahun 1980-an, menorehkan karya-karya berkonotasi humor, Lepen, Selopen, yang menghasilkan idiom memikat khalayak ramai; “Kalau cinta melekat, tai kucing rasa coklat.” Ia tercerabut dari budaya pop justru tak bergeming disaat menghasilkan lagu Kugadaikan Cintaku, yang terjual di atas 1 juta keping. Seolah terjerembab pada karya berorientasi pasar, lalu bermunculan lagu: Apel, Hey Kamu, Percayalah Cintaku Tetap Hangat, Karena Iseng, Arjuna Cari Cinta, Konsumsi Cinta hingga Tari Kejang.

Ia pun menulis lagu bertema pop untuk penyanyi Tyas Drastiana hingga Vicky Vendi. Tidak sedikit yang menyayangkan sikapnya bermusik seperti ini, seakan tak kuat mempertahankan idealisme berkarya. Walhasil seolah terpilah dua kepribadian di dalam karya ciptanya, idealis dan komersial. Mungkin ini pilihan pragmatis, tentu sah. Tapi justru membaurnya bertema populis membuat sosoknya semakin dikenal masyarakat. Dulu, siapa yang tak kenal Gombloh ketika tampil di layar TVRI, acara musik Aneka Ria Safari juga Selekta Pop, dengan dandanan trademark: tubuh kerempeng bersepatu kets, bertopi, rambut dikuncir, kacamata hitam, setelan putih-putih.

Sang Maestro menghembuskan nafas terakhirnya 9 Januari 1988 setelah lama sakit. Tahun 2005, PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, Penata Musik Rekaman Indonesia), memberi penghargaan Nugraha Bhakti Musik atas jasanya di dunia musik Indonesia. Tahun 1996, sejumlah seniman membentuk Solidaritas Seniman Surabaya, bertujuan membuat kenangan baginya yang dianggap pahlawan seniman, bersepakat membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu, yang ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Dan tertanggal 20 Juni 2003, sekelompok pemusik Surabaya tergabung Kelompok Pemusik Jalanan Surabaya, mengunjungi makamnya sekaligus menobatkan Gombloh sebagai Pahlawan Pemusik Jalanan.

Diskografinya: Nadia dan Atmosphere (1978), Mawar Desa (1978), Kadar Bangsaku (1979), Kebyar Kebyar (1979), Pesan Buat Negeriku (1980), Sekar Mayang (1981, berbahasa Jawa), Terimakasih Indonesiaku (1981), Pesan Buat Kaum Belia (1982), Berita Cuaca (1982), Kami Anak Negeri Ini (1983), Gila (1983), 1/2 Gila (1984), Semakin Gila (1986), Apel (1986), Apa Itu Tidak Edan (1987).

Teks lagu wajib Nasional "Kebyar-kebyar" karya Gombloh:

Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu

Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga

Indonesia
nada laguku, symphoni perteguh
selaras dengan symphonimu
kebyar-kebyar, pelangi jingga

biarpun bumi bergoncang
kau tetap Indonesiaku

andaikan matahari terbit dari barat
kaupun tetap Indonesiaku

tak sebilah pedang yang tajam
dapat palingkan daku darimu

kusingsingkan lengan
rawe-rawe rantas
malang-malang tuntas
denganmu
------

Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu

Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga

Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu

Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar