Rabu, 24 Agustus 2011

KOMUNITAS SASTRA DI SEKELILING KITA *

Robin Al Kautsar
—Jurnal Jombangana

Mengkonsumsi dan memproduksi teks sastra pada hakekatnya urusan pribadi. Tetapi karena manusia adalah mahluk sosial maka tidak ada salahnya konsumen maupun podusen sastra berhimpun dalam sebuah komunitas, sepanjang dapat memperkaya individu-individu pendukungnya. Bukan saja di dalam komunitas kita dapat berbagi materi sastra yang dimiliki masing-masing, di sini kita juga dapat belajar menghormati pendapat orang lain, keyakinan orang lain, termasuk belajar berani tampil beda, berani berkonfrontasi dengan pemikiran orang lain.
Bagaimanapun kita harus sadar medan sastra, baik sebagai konsumen maupun produsen, adalah medan kreativitas yang sifatnya tidak pernah massal, melainkan sangat pribadi dan bahkan bisa soliter. Komunitas sastra secara sekilas tampak beda jauh dengan komunitas punk rock, komunitas penggemar Iwan Fals. Yang sama biasanya hanya kisaran umur anggotanya.

Komunitas sastra pada umumnya informal, dan jarang yang berbentuk yayasan, LSM atau lembaga formal lainnya. Hal ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahannya organisasi semacam ini sulit memperoleh bantuan atau sponsor dari pemerintah atau perusahaan swasta, karena tidak memiliki susunan organisasi formal dan eksplisit. Tetapi kelebihannya, organisasi ini dapat langsung berbicara substansi tanpa direpotkan oleh aturan organisasi, hirarki, hak/kewajiban dan sebagainya, sehingga bisa lebih akrab, lebih “nyeniman”. Dan satu lagi cirinya, komunitas sastra jarang yang berumur panjang.

Sebuah komunitas muncul seringkali dilandasi oleh visi yang sama dalam memandang dinamika sastra serta misi yang sama untuk menyumbang khazanah sastra ke depan, baik untuk memperbaiki kekurangan maupun memperkaya yang sudah ada, dan bila mungkin untuk melakukan pemberontakan terhadap stagnasi. Oleh karena itu kreativitas adalah panglima yang akan mengarahkan perjalanan dan memperkuat daya tahan komunitas. Jadi komunitas yang baik bukan sekadar kumpulan orang yang segagasan, sekegelisahan dan sepengharapan tetapi lebih dari itu, kumpulan orang-orang kreatif yang berhasrat kuat untuk menyumbang sesuatu bagi bangsanya. Sebagai contoh, komunitas sastra yang menamakan diri Gelanggang Seniman Merdeka, dengan semangat untuk mendobrak kemapanan Pujangga Baru mereka berani menawarkan perubahan yang dimanifestasikan melalui “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Dan ternyata mereka berhasil mengusung gerakan yang bernama “Angkatan 45” di panggung sejarah sastra. Nama itu bukan sekadar label, melainkan telah menjadi identitas, kepribadian, wawasan sekaligus gerakan kultural.

Dalam sejarah sastra di berbagai belahan dunia peran sebuah komunitas sering kali menjadi pioner sekaligus sebagai agen perubahan. Bahkan tak sedikit yang pengaruhnya justru mengubah paradigma, pola berpikir, dan membuka berbagai kemungkinan yang lebih luas bagi kemajuan kebudayaan dan kemanusiaan secara umum. Dan sejarah juga mencatat bahwa eksperimentasi, pemberontakan pada tradisi dan gerakan pembaharuan yang monumental sebagian dipelopori oleh sastrawan yang tergabung dalam komunitas-komunitas. Dengan demikian terbukti komunitas telah memainkan peran penting sebagai kawah candradimuka. Proses belajar dan pematangan yang terjadi dapat lebih intensif dalam komunitas-komunitas, meski tentu saja karier kesastrawanannya sangat ditentukan oleh kreativitas sastrawan secara pribadi. Mereka sengaja bergabung atau membentuk komunitas dengan kesadaran membangun sebuah genre, aliran, atau berbagai aktivitas olah pikir untuk mematangkan jati diri sekaligus memantapkan peran kesastrawanannya. Untuk mencapai tujuan itulah, mereka lalu menerbitkan jurnal, majalah, atau buku-buku antologi karya anggota komunitas sendiri maupun komunitas lain.

Itulah peran penting sebuah komunitas! Tetapi sebuah komunitas yang buruk menjadikan anggotanya terkungkung, tumpul kreativitas, banyak lagak, sombong dan merasa besar sendiri atau mengidap megalomania. Akibatnya mereka haus pujian, kebakaran jenggot kalau dikritik, iri hati dan dengki terhadap kemajuan komunitas lain, bahkan prestise satu-satunya adalah menghalang-halangi dan menganggu komunitas lain. Di desa saya ada sebuah komunitas yang dikritik oleh komunitas lain, sampai lima kali lebaran berlalu, genderang permusuhan masih juga ditabuh. Kadangkala kita kalah dewasa kalau dibanding ilmuwan. Ilmuwan sudah biasa mengundang mazhab lain untuk bicara di seminar dan simposium mazhabnya sendiri.

Seandainya segenap komunitas sastra di Jombang atau bahkan di Indonesia membangun dan memperkuat jaringan antar komunitas, dan masing-masing bersinergi mengusung kreativitas yang berkualitas, Insya Allah akan lahir karya-karya baru yang monumental di hati bangsa.

*) Jurnal Sastra dan Budaya “Jombangana,” Edisi III 2011 [Dewan Kesenian Jombang].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar