Dian DJ
Pernakah anda mendengar do’a sapu jagat?, do’a yang dianjurkan langsung oleh nabi Muhammad dan juga terdapat dalam Al-qur’an. Biasanya do’a ini dipakai sebagai peunutup do’a-do’a. Do’anya yaitu Robbana atina fiddunya khasanah wafil akhiroti khasanah waqina adzabannar (ya tuhan kami, selamatkan lah kami dengan kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup diakhirat. Dan jagalah kami dari siksa neraka).
Ada tiga bentuk permintaan yang terdapat dalam do’a tersebut yaitu Fiddunya hasana, wafil Akhiroti khasana dan waqina adzabbannar. Saya akan mencoba menerangkan salah kandungan do’a tersebut, kandungan yang terdapat dalam kebaikan hidup di dunia. Para ulama syariat mengartikan kandungan itu dengan memiliki kepahaman keselamatan dan kebaikan hidup di dunia itu artinya dengan menggunakan umur hidup didunia sebagai sarana menggapai kekelan hidup di akhirat, dengan berisikan barokahnya umur. Tentu saja harus diisi dengan beribadah dan mencari barokah hidup. Sedangkan menurut pandangan ulama ahli haqiqot mengartikan : ketika masih dalam kehidupan dunia bisa diberi kebaikan anugerah besar yaitu bisa melihat Allah. Jadi tidak ada menjerumus masalah keduaniawian seperti : kaya, jabatan atau yang lain.
Mungkin akan banyak yang menghujat tafsiran tersebut. Yang perlu digaris bawahi adalah kenapa dalam konteks do’a tersebut hanya berhenti pada lafad Khasanah (baik) saja, kenapa tidak ada lanjutan, baik dalam hal apa?, itu yang membuat banyak tafsiran tentang lafad khasanah. menurut saya sendiri (Waallahu A’lam) lafad khasanah itu sudah cukup. Pasti Allah sudah tahu apa yang baik bagai kita melebihi kita sendiri. Begitu juga dalam lafad Wafil Akhiroti Khasanah. Kalau kandungan dalam wafil akhiroti tidak terlalu jadi perdebatan.
Apalagi pada jaman moderen seperti ini, kehidupan dunia merupakan merupakan suatu yang paling diminati. Kehidupan dunia bukan diartikan sebagai sarana tujuan akhir. Tapi dipakai sebagai tujuan akhir. Kehidupan dunia yang hanya masanya diibaratkan seperti ”Mampir ngombe” (mampir minum) atau melintasi sebuah jalan, seakan-akan menjadi tujuan dan bukan sebagai sarana.
Sebenarnya kita tidak perlu disuguhi hadist atau ayat Al-qur’an yang menerangkan tentang kepentingan kehidupan dunia. Yang tujuanya mendoktrin kita atas kepentingan tersebut. Tanpa hal itu disuguhkan kita sudah mengamalkanya. Yang dirasa sangat kurang adalah keyakinan kehidupan Ukhrowi yang sangat tipis sekali. Hal itu bisa kita lihat lewat perilaku kita sehari-hari. Itu mungkin suatu hal yang wajar, bagaimana mungkin kita bisa sangat percaya kepada suatu hal yang menyangkut akhirat (surga dan neraka), padahal kita tidak pernah melihatnya sendiri dengna mata kepala kita tapi kita harus percaya. Apa itu bukan hal yang sulit namanya. Kita bisa percaya adanya surga dan neraka itu hanya lewat hadist atau ayat Al-qur’an saja. Jadi iman kita hanya ”iman katanya”. Apa kita yakin adanya surga? Iya percaya, dari mana anda percaya?, kata hadist dan ayat alqur’an.
Jelas beda dengna keyakinan kita dengan nenek moyang kita adam dan hawa, yang asalnya adalah penduduk surga. Sedangkan dibumi statusnya hanya sebagi imigran. Serta para nabi dan Auliya’ yang sudah diberi anugerah bisa melihat perihal akhirat ketika masih hidup di dunia. Jadi tidak heran bukan?.
Biasanya kalau ada pembahasan tentang mengutamakana kehidupan akhirat daan menganak tirikan dunia. Kita pasti sudah siap-siap dengan aberbagai argumen, henta dari hadist atau bahkan dari qur’an, yang mengemukakan kepentingan hidup didunia. Seakan-kana menyeimbangkan dan bahkan mengungguli kehidupan akhirat.
Coba cermatai hadist yanga berbunyi “bekerjalah untuk duniamu sekan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk akhirat mu seakaan-akan kamu hidup selamanya”. Dalam konteks hadist tersebut sangat jelas bahwa nabi menyuruh kita memperhatikan dan menjalani kehidupan dunia seperti kita hidup selamanya. Tidak perlu bersikeras menumpuk harta jadi lebih nyantai. Sedangan dalam pekerjaan yanga menyangkut akahirat, kita harus berkeyakinan kematian sudah siap menjempuaat kita dan bahkan hanya menunggu hari esok. Bayangkan jika dalam pikiran kita ada suatu keyakinan kalau kita besok akan mati, betapa seriusnya ibada kita?, bukankah hanya dengan mengingat mati itu sudah cukup sebagai suatu pengingat.tapi yang berkembang amaliyahnya sebaliknya, kita jalani kehaiduapan yanga berkaiatan dengan dunia seakan kita mati besok dan yang berhububagan dengan akhirat seakan umur kita masih panjang.
Yaaah, mungkin itu suatu dampak dari sebab kita sudah praktek dan menjalani kehidupan dunia yang lebih dahulu daripada mendengar berbagai penjelasan.
Hentalah mana yang benar tentang pengertian lafad Fiddunya Khasanah dalam do’a sapu jagat, semoga kita termasuk orang yang selamat. Amiin. Hentah selamat dalam hal apa?. Tapi kalau saya boleh berpesan tancapakan pada pikiran anda ayat Al-qur’an “wamal khayatuddunya illa mataullgurur” (tidak ada kehidupan dunia kecuali hanya tipu daya semata)
29-April-2010
Pernakah anda mendengar do’a sapu jagat?, do’a yang dianjurkan langsung oleh nabi Muhammad dan juga terdapat dalam Al-qur’an. Biasanya do’a ini dipakai sebagai peunutup do’a-do’a. Do’anya yaitu Robbana atina fiddunya khasanah wafil akhiroti khasanah waqina adzabannar (ya tuhan kami, selamatkan lah kami dengan kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup diakhirat. Dan jagalah kami dari siksa neraka).
Ada tiga bentuk permintaan yang terdapat dalam do’a tersebut yaitu Fiddunya hasana, wafil Akhiroti khasana dan waqina adzabbannar. Saya akan mencoba menerangkan salah kandungan do’a tersebut, kandungan yang terdapat dalam kebaikan hidup di dunia. Para ulama syariat mengartikan kandungan itu dengan memiliki kepahaman keselamatan dan kebaikan hidup di dunia itu artinya dengan menggunakan umur hidup didunia sebagai sarana menggapai kekelan hidup di akhirat, dengan berisikan barokahnya umur. Tentu saja harus diisi dengan beribadah dan mencari barokah hidup. Sedangkan menurut pandangan ulama ahli haqiqot mengartikan : ketika masih dalam kehidupan dunia bisa diberi kebaikan anugerah besar yaitu bisa melihat Allah. Jadi tidak ada menjerumus masalah keduaniawian seperti : kaya, jabatan atau yang lain.
Mungkin akan banyak yang menghujat tafsiran tersebut. Yang perlu digaris bawahi adalah kenapa dalam konteks do’a tersebut hanya berhenti pada lafad Khasanah (baik) saja, kenapa tidak ada lanjutan, baik dalam hal apa?, itu yang membuat banyak tafsiran tentang lafad khasanah. menurut saya sendiri (Waallahu A’lam) lafad khasanah itu sudah cukup. Pasti Allah sudah tahu apa yang baik bagai kita melebihi kita sendiri. Begitu juga dalam lafad Wafil Akhiroti Khasanah. Kalau kandungan dalam wafil akhiroti tidak terlalu jadi perdebatan.
Apalagi pada jaman moderen seperti ini, kehidupan dunia merupakan merupakan suatu yang paling diminati. Kehidupan dunia bukan diartikan sebagai sarana tujuan akhir. Tapi dipakai sebagai tujuan akhir. Kehidupan dunia yang hanya masanya diibaratkan seperti ”Mampir ngombe” (mampir minum) atau melintasi sebuah jalan, seakan-akan menjadi tujuan dan bukan sebagai sarana.
Sebenarnya kita tidak perlu disuguhi hadist atau ayat Al-qur’an yang menerangkan tentang kepentingan kehidupan dunia. Yang tujuanya mendoktrin kita atas kepentingan tersebut. Tanpa hal itu disuguhkan kita sudah mengamalkanya. Yang dirasa sangat kurang adalah keyakinan kehidupan Ukhrowi yang sangat tipis sekali. Hal itu bisa kita lihat lewat perilaku kita sehari-hari. Itu mungkin suatu hal yang wajar, bagaimana mungkin kita bisa sangat percaya kepada suatu hal yang menyangkut akhirat (surga dan neraka), padahal kita tidak pernah melihatnya sendiri dengna mata kepala kita tapi kita harus percaya. Apa itu bukan hal yang sulit namanya. Kita bisa percaya adanya surga dan neraka itu hanya lewat hadist atau ayat Al-qur’an saja. Jadi iman kita hanya ”iman katanya”. Apa kita yakin adanya surga? Iya percaya, dari mana anda percaya?, kata hadist dan ayat alqur’an.
Jelas beda dengna keyakinan kita dengan nenek moyang kita adam dan hawa, yang asalnya adalah penduduk surga. Sedangkan dibumi statusnya hanya sebagi imigran. Serta para nabi dan Auliya’ yang sudah diberi anugerah bisa melihat perihal akhirat ketika masih hidup di dunia. Jadi tidak heran bukan?.
Biasanya kalau ada pembahasan tentang mengutamakana kehidupan akhirat daan menganak tirikan dunia. Kita pasti sudah siap-siap dengan aberbagai argumen, henta dari hadist atau bahkan dari qur’an, yang mengemukakan kepentingan hidup didunia. Seakan-kana menyeimbangkan dan bahkan mengungguli kehidupan akhirat.
Coba cermatai hadist yanga berbunyi “bekerjalah untuk duniamu sekan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk akhirat mu seakaan-akan kamu hidup selamanya”. Dalam konteks hadist tersebut sangat jelas bahwa nabi menyuruh kita memperhatikan dan menjalani kehidupan dunia seperti kita hidup selamanya. Tidak perlu bersikeras menumpuk harta jadi lebih nyantai. Sedangan dalam pekerjaan yanga menyangkut akahirat, kita harus berkeyakinan kematian sudah siap menjempuaat kita dan bahkan hanya menunggu hari esok. Bayangkan jika dalam pikiran kita ada suatu keyakinan kalau kita besok akan mati, betapa seriusnya ibada kita?, bukankah hanya dengan mengingat mati itu sudah cukup sebagai suatu pengingat.tapi yang berkembang amaliyahnya sebaliknya, kita jalani kehaiduapan yanga berkaiatan dengan dunia seakan kita mati besok dan yang berhububagan dengan akhirat seakan umur kita masih panjang.
Yaaah, mungkin itu suatu dampak dari sebab kita sudah praktek dan menjalani kehidupan dunia yang lebih dahulu daripada mendengar berbagai penjelasan.
Hentalah mana yang benar tentang pengertian lafad Fiddunya Khasanah dalam do’a sapu jagat, semoga kita termasuk orang yang selamat. Amiin. Hentah selamat dalam hal apa?. Tapi kalau saya boleh berpesan tancapakan pada pikiran anda ayat Al-qur’an “wamal khayatuddunya illa mataullgurur” (tidak ada kehidupan dunia kecuali hanya tipu daya semata)
29-April-2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar