Sabrank Suparno
I. Pangkal Tombak Maiyah
Nama lengkap saya Sabrank Suparno. Dari Dowong Ds Plosokerep, Sumobito, Jombang (±4 km) arah selatan pendhopo padhang mbulan. Idiom masyarakat nJombang sering menyebut dengan istilah “arek kidule kali”. Sedangkan rumpun Desa Menturo ke Barat dan Utara, acap kali di sebut “arek lore kali”.
Alhamdulillah sebagaimana anda, saya sudah tertarik seluruh ion-ion atom dalam diri saya (hembusan niat, energi untuk berangkat, dan diselamatkan dalam perjalanan) oleh Alloh ke gravitasi pengajian padhang mbulan sejak tafsir alfatihah tekstual (oleh Cak Fuad) dan tafsir kontekstual (oleh Cak Nun). Saya adalah salah satu peserta workshop penulisan yang dilaksanakan tanggal 2-4 Oktober 2009 di pendhopo padhang mbulan Menturo Sumobito Jombang. Workshop ini berkaitan erat dengan kemenangan buku memaknai maiyah yang saya tulis dengan judul 1. Rembulan Cincin Kawin Dunia, dan 2. Negeri Rosul Seluas Sajadah.
Jika ditinjau dari teori universal kosmopolit, dimana satu manusia saja di muka bumi ini merupakan bagian dari komponen alam semesta, maka saya menawarkan diri untuk anda tegur sapa, jabat tangan, dan atau jalin kerja sama, saling membantu satu sama lain, baik moral ataupun intelektual. Tentu saja dalam batas-batas kesanggupan masing-masing, dalam koridor saling menyelamatkan dan saling mengamankan baik dalam skala individu ataupun kolektif berumat, berbangsa, bernegara, dan bahkan dunia.
II. Busur Tombak Maiyah
Secara keseluruhan yang disebut maiyah adalah orang-orang yang terlibat secara langsung ataupun tak langsung bertemu ruas kutub keilmuannya dalam satu ide, prinsip dan gerakan yang sama. Yakni mengedepankan energi kebaikan dengan cara kebersamaan. Kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan dengan takaran hukum yang dapat dipertanggung jawabkan di hadapan ummat manusia, alam semesta dan Tuhan YME. Adapun awal gerakan maiyah ini diprakarsai Emha Ainun Najib sekeluarga. Barulah setelah itu berkembang merebak ke delapan penjuru mata angin skala Nasional dan dunia. I’tikad untuk melangsungkan gerakan inilah yang kemudian lehir istilah “jam’iyah maiyah (berkumpul dengan rasa kebersamaan). Bersama dengan siapa? Pertama bersama dengan antar manusia, kedua bersama dengan para Nabi dan Rosul, ketiga bersama dengan alam semesta, dan yang terakhir bersama dengan sang pemilik tunggal saham kehidupan yakni Allah SWT.
Dalam peperangan abadi hidup ini untuk mengalahkan kebodohan, menguak kebuntuan, menyibak ketidak cermatan dalam menyikapi ketimpangan hiruk-pikuk keadaan yang acap kali menyeret kita ke jurang kenistaan terbukti Jam’iyah maiyah mampu tampil eksis menjawab kebutuhan sejarah peradaban ummat. Seluruh jama’anya tidak hanya beku di puncak obsesi fiktif. Akan tetapi cair energik dalam gerakan aktif yang akhirnya berpuncak pada target-target sektoral finansial. Sebagai contoh kasus Lapindo misalnya. Jamaah ini mampu menyelesaikan dengan tepat dan damai. Padahal sejarah mengetahui kalau kasus Lapindo jelas tidak mampu diselesaikan secara birokratif. Justru malah berbelit melilit lingkar jika diselesaikan oleh para birokrat. Lantas apa sebabnya jamaah maiyah mampu merampungkannya?? Jawabannya sederhana! Karena teori yang diterapkan dalam jamaah maiyah adalah mainset keikhlasan tanpa pamrih. Dengan konsesi jargon : “jangan menjadi pengemis di pintu alam, tapi bergeraklah memperbarui alam”. Jargon inilah yang menjadi sumber “engine power” jamaah maiyah untuk optimis melangkah membuka pintu diantara beberapa jendela. Keberhasilan semacam ini harus dilebarkan lebih intensif dan profesional.
III. Ujung Tombak Maiyah
a. Maiyah sebagai gerakan menulis
Gerakan maiyah ini sudah berjalan cukup lama. Di bawah naungan Padhang Mbulan saja sudah berjalan ± 15 tahun. Dalam kurun dekade ini banyak hal yang terjadi berkaitan dengan kejadian nyata, perilaku mejik, serta ketajaman intelektual yang tiba-tiba mencuat. Bahkan kejadian tersebut kadar kwalitasnya layak untuk dijadikan rumus-rumus baru dalam kehidupan. Ada juga segmen pola pikir yang dapat dijadikan dasar hukum, baik sar’i dan haqikoti. Alangkah mubadzirnya jika semua ini tidak terdokumentasikan dengan detail! Memang ada beberapa anggota yang merekam kegiatan jama’ah ini. Tetapi acapkali jadi pertanyaan baru yang tumpang tindih berganti. Seberapa efektifkah kegiatan pendokumentasian dari beberapa anggota baik CD, shooting atau yang lainnya bagi jama’ah? Apalagi untuk disebarkan ke masyarakat luas yang belum mengetahui kegiatan ini.
Kita perlu berfikir ulang dari semua pihak yang terlibat, khususnya para jama’ahnya. Seri berikutnya yang terpenting setelah menejemen pelaksanaan adalah terbentuknya menejemen pendokumentasian. Agar kesan yang ditimbulkan oleh gerakan besar maiyah bukanlah hanya sekedar aktifitas yang “nguyahi segoro”. Yakni sebuah acara berproses pada datang, mendengarkan, dan akhirnya bubar. Padahal di sisi lain, kadar pemikiran Cak Nun terkadang tidak termuat dalam ruang otak pendengarnya. Nahhh…..alangkah tepatnya jika setiap moment acara ini berlangsung, ada beberapa orang yang merangkum, mengedit, dan kemudian mencetak dalam bentuk tulisan. Yang pada saat senggang dapat dijadikan bahan kajian ulang oleh anggota jama’ah!!
b. Membentuk literasi maiyah
Hasil pendokumentasian tulisan tersebut kemudian dicarikan formula alternatif yang sewaktu-waktu dapat dijadikan acuan jama’ah yang lain untuk bahan telaah. Minimal dibentuk mini meding. Supaya terjangkau bagi jama’ah maiyah yang belum mampu bergerak di dunia internet. Dalam skala besar dibentuk sampai ke tingkat Bloger atau Google.
Litarasi maiyah ini bisa bersifat “out Kontribution” (kontribusi keluar) dan in Kontribution. Kontribusi keluar adalah literatur yang diserap dan di lahirkan maiyah di taruh sejajar dalam literatur luar semisal, toko buku, perpustakaan dan lain-lain untuk menambah kehasanah perbukuan dunia pendidikan. Sedangkan yang dimaskud literasi dalam adalah pemasokan buku-buku karya tulis dari luar maiyah ditaruh sejajar dengan buku khusus maiyah. Buku yang dipasok dari luar berfungsi menambah wawasan yang berhubungan dengan maiyah, dan atau juga bisa sekedar menghantarkan pemahaman ke literatur buku yang dirumuskan maiyah. Dalam hal ini minimal semua anggota jama’ah maiyah berkomitmen membikin semacam laboratorium pustaka. Lantas bagaimanakah target pembentukan laboraturium ini bisa tercapai ? Solusi yang paling mudah adalah bila setiap jama’ah yang mempunyai buku, merelakan menanam saham bukunya untuk meletakkan di perpustakaan maiyah.
c. Mewujudkan jama’ah yang progresif
Dari seluruh uraian di atas dapat kita tarik sebuah pemetaan yang meliputi identifikasi setiap jama’ah yang di tarik berdasarkan garis lajur kadar pendidikan dan kreatifitas personalnya. Maka kita temukan minimal 2 hal. Pertama : ada jama’ah maiyah yang hanya mampu datang dan mendengarkan, kedua: ada juga jama’ah yang mampu berkreatifitas membukukannya dalam tulisan. Pembauran kedua corak jama’ah ini berlangsung terus menerus dalam setiap pertemuan. Peristiwa adhesiv inilah yang akan mewujudkan kekuatan corak dan warna baru dalam literatur maiyah. Dimana jama’ah yang tidak mampu menulis bersedia menceritakan pengalaman hidupnya kepada jama’ah yang mampu menulis. Sebab dimungkinkan pengalaman jama’ah yang tidak bisa menulis mempunyai wawasan ilmu dahsyat dibanding yang mampu menulis. Proses inilah yang akan melahirkan bentuk hegemoni baru dalam sejarah penulisan. Dimana sebuah karya diangkat dengan bahan dasar riset yang detail dari pori-pori file otak masyarakat. Libih obyektif empiris dari pada buku yang dilahirkan atas penulis individu.
Jama’ah maiyah ini adalah gerakan besar, tentu idealnya para penulis jama’ahnya harus menghasilkan karya yang berbobot, dan tidak sekedar buku pinggiran jalan. Untuk mewujudkan jama’ah maiyah yang progresif bukanlah hal yang sulit. Asalkan antar anggota jama’ahnya bersama-sama bergandengan tangan untuk satu tekat, yakni meninggalkan suatu tanda bahwa pernah adanya tampilan sejarah pada anak cucu negara ini kelak.
Para penulis jama’ah inilah yang kita ibaratkan ujung mata tombak. Mereka adalah personal yang bersifat lancip dan mengerucut yang kemudian berakhir di ujung. Mengapa demikian? Karena kreatifitas dan kecermatan merekalah yang mempunyai nilai lebih dalam sebuah gerakan. Tentu para penulis inilah yang akan mampu menjelaskan duduk persoalan secara jelas tentang apa dan bagaimana maiyah bergerak kedelapan penjuru mata angin di berbagai lini sektor kehidupan.
Tulisan ini merupakan makalah hasil Workshop Penulisan
Dipresentasikan di serambi pengajian Padhang Mbulan tanggal 2 Nopember 2009
Diposting kembali dalam rangka menyambut Haflah Maiyah Se-Nusantara 2009
Kamis, 15 Juli 2010
“Anak-anak perlu bermain di bawah sinar rembulan, sebelum mereka tumbuh besar dan mampu menagkap alam semesta”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A. Azis Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Muttaqin
A. Rego S. Ilalang
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.S Laksana
A’Syam Chandra Manthiek
Aang Fatihul Islam
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Aditya Ardi Nugroho
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Mulyadi
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Sulton
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Idris
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Ali Rif’an
Amien Kamil
Andhi Setyo Wibowo
Andry Deblenk
Anggi Putri
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Arie MP Tamba
Arisyntya Hidayah
Artikel
Ary Nugraheni
Asarpin
Ayu Nuzul
Balada
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Binhad Nurrohmat
Budaya
Bung Tomo
Bustanul Arifin
Catatan
Catullus
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chamim Kohari
Choirul
Cucuk Espe
Dami N. Toda
Daru Pamungkas
Denny JA
Denny Mizhar
Devi M. Lestari
Dhenok Kristianti
Dian DJ
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Saryono
Dody Yan Masfa
Donny Darmawan
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Permadi
Emha Ainun Nadjib
Endah Wahyuningsih
Esai
Esti Nuryani Kasam
Eva Dwi Kurniawan
Evan Gunanzar
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Fanani Rahman
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrahman Karyadi
Fathurrochman Karyadi
Fathurrozak
Felix K. Nesi
Forum Sastra Jombang
Galuh Tulus Utama
Gandis Uka
Geguritan
Gol A Gong
Gombloh (1948 – 1988)
Grathia Pitaloka
Gus Noy
Gusti Eka
Hadi Napster
Hadi Sutarno
Halim HD
Hamka
Hamzah Tualeka Zn
Hardy Hermawan
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Husnul Khotimah
Ignas Kleden
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imas Senopati
Indria Pamuhapsari
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
J Anto
Jamal Ma’mur Asmani
John H. McGlynn
Jombangan
Junaedi
Kalis Mardiasih
Kardono Setyorakhmadi
Kasnadi
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KetemuBuku Jombang
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Mikail
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Latief Noor Rochmans
Liestyo Ambarwati Khohar
M Rizqi Azmi
M. Aan Mansyur
M. Abror Rosyidin
M. Badrus Alwi
M. Lutfi
M. Shoim Anwar
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Mardiansyah Triraharjo
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Marjohan
Massayu
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Mh Zaelani Tammaka
Miftachur Rozak
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Antakusuma
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Yasir
Mukadi
Mukani
Munawir Aziz
Musfeptial Musa
Nawa Tunggal
Nawangsari
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nur Chasanah
Nurel Javissyarqi
Ocehan
Oei Hiem Hwie
Oka Rusmini
Opini
Padhang Mbulan
Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Prosa
Puisi
Purwanto
Putu Wijaya
R Giryadi
Raedu Basha
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan Al-yafi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Resensi
Reyhan Arif Pambudi
Ribut Wijoto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rony Agustinus
Rudi Haryatno
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Arimba
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Samsudin Adlawi
Sasti Gotama
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Selendang Sulaiman
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Silka Yuanti Draditaswari
Siti Sa'adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sugito Ha Es
Suharsono
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tri Wahyu Utami
Ulfatul Muhsinah (Oshin)
Umar Fauzi Ballah
Universitas Jember
Virdika Rizky Utama
Vyan Tashwirul Afkar
W.S. Rendra
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Wong Wing King
Yanuar Yachya
Yudhistira Massardi
Yusuf Suharto
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar