Jumat, 05 Juli 2013

Casing

Kasnadi *
http://sastra-indonesia.com

Sekarang ini disebut zaman casing. Semua orang membutuhkan casing. Semua orang menginginkan casing. Semua orang tergiur casing. Semua orang terbius oleh casing. Semua orang memburu casing. Semua sendi kehidupan manusia terlanda wabah casing. Hampir semua persoalan dilihat atas dasar gebyar casing-nya. Casing menjadi barang komodity yang laris manis. Gebyar casing secara kasat mata menjadi barometernya. Penampilan menjadi taruhan. Bungkus menjadi tolok ukur. Penampilan menjadi barang mewah. Casing menjadi terpenting. Bentuk akan menjadi segalanya. Hakikatnya kesemua itu, sesungguhnya untuk apa?

Lihatlah pola hidup dan gaya anak-anak muda. Membungkus tubuh dengan beragam mode ketatnya. Menenteng tas buatan Italia. Memakai sepatu ala Madona. Memburu bahan pemutih untuk mengubah kulit sawo matangnya. Mengganti alis sesuka selera. Mengubah kelopak mata menjadi berwarna. Mengubah hidung menjadi mancung. Mengubah pipi menjadi tirus. Membentuk gigi menjadi rata. Mengubah rambut keriting menjadi reubondeing. Mengubah wajah dengan topeng barunya. Akhirnya, bak hand phone Cina yang sering berganti casing-nya.

Tengoklah ulah para manula. Mereka sangat bernafsu mempertahankan casing waktu mudanya. Menahan keriput wajah dengan berbagai kosmetik berbahaya. Mencegah otot kendur dengan susuk segala. Mencegah kegendutan dengan diet murahan. Ingin mencegah perut buncit tapi makan lahap menuruti nafsunya. Ingin mempertahankan kebugaran, tapi tak mau olah raga. Ingin tampil prima, tetapi malas berusaha.

Zaman casing juga merambah persoalan kuliner. Lihatlah, kuliner masa kini. Kelezatan makanan yang tersaji di layar televisi tergantung gebyarnya. Tidak penting lagi kandungan gizi. Tidak penting bahan asli. Sajian dan tampilan menarik yang utama. Apalagi ditambah dengan chef yang cantik nan menawan serta bergaya. Casing yang menarik akan menggugah selera.

Dunia fiksi di era 2000-an ini juga tidak lepas dari serangan virus casing ini. Para penyaji dunia khayal di zaman gebyar ini tak bias lepas dengan casing. Tidak seperti zaman dahulu, penulis fiksi seorang bohemian yang cenderung penampilan sederhana dan apa adanya kalau tidak bisa dibilang “kumel” dan “semrawut”. Di era sekarang ini muncul penulis-penulis yang aduhai casing-nya. Mereka tumuh bak jamur di musim penghujan. Mereka selebritis yang cantik-cantik dan berpenampilan menarik lagi anggun. Pantaslah mereka mendapat label “sastra wangi”, karena mereka kebanyakan beraroma harum parfum yang membuat gairah meloncat-loncat. Mereka bergaya megametropolitan. Kepopuleran mereka tidak ditentukan oleh karya yang ditelorkannya saja, akan tetapi juga gaya hidup dan penampilannya. Kecangggihan casing-nya mampu mengalahkan kehebatan daya pikir dan kecermelangan otaknya.

Zaman casing juga menyusuf dalam dunia perhajian. Tengoklah, mereka yang pulang dari tanah suci. Mereka cenderung menambahkan satu huruf “H” di depan nama aslinya. Jikalau setiap pergi ke tanah suci menambahkan satu huruf “H” di depan namanya, bagaimana mereka yang berhaji berkali-kali? Apa juga menambahkan huruf “H” di depan namanya, sehingga HHHHHHH? Hah! Bukankah haji salah satu kewajiban umat manusia yang meyakininya sama derajatnya dengan kewajiban yang lain? Mengapa mereka tidak menempelkan huruf “S” di depan namanya usai mengucap dua kalimat syahadat, huruf “S” habis mengerjakan salat, huruf “Z” setelah membayar zakat, dan huruf “P” sehabis menjalankan ibadah puasa Ramadan sebulan lamanya?

Zaman casing, zaman yang mengedepankan lahir dan merendahkan batin. Zaman yang serba gebyar, berfokus pada visual, mengabaikan nalar. Aneh …, tetapi nyata!

*) Penulis adalah Staf Pengajar STKIP PGRI Ponorogo
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/06/casing/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar