Senin, 14 Juni 2021

DARU PAMUNGKAS: DARI NOL SASTRA HINGGA BERDAYA DENGAN BUKU

Gol A Gong *

Suatu hari di ujung Desember 2020, Komunitas Anjing Gurun membedah calon cerita pendek berjudul "Serban Pak Kiai" karya Daru Pamungkas di Cafe Rendez-vous Rumah Dunia. Setelah itu, saya membaca cerpennya, karena tertarik dengan judulnya.
 
Ide cerpennya bagus. Ini bisa dimuat di halaman sastra koran Minggu yang diagung-agungkan para penulis. Tapi ada banyak kelemahan di alur cerita, konflik kurang, dan dialog para tokoh lemah. Saya panggil Daru ke ruang kerja.
 
"Cerpenmu ini bagus. Mau nggak dimuat di koran Minggu yang ada di Jakarta?"
 
Daru sangat antusias.
 
"Baiklah. Mari kita mulai membedahnya, paragraf demi paragraf," kataku.
 
Kami membedahnya. Daru tekun mendengarkan. Sesekali dia mengutarakan pendapatnya, kenapa harus ada dialog seperti yang dia tuliskan. Juga soal diksi dan majas.
 
Saya mengajaknya berpikir tentang karakter seorang kiai, masyarakatnya, kampungnya, gaya berbicaranya. Saya juga mengingatkan dia, kira-kira setting lokasinya seperti di kampung mana di Indonesia.
 
"Saya tunggu revisiannya. Seminggu."
 
Ketika waktunya tiba, saya membaca cerpennya lagi. Kami berdiskusi lagi. Revisi sekali lagi.
 
"Dikirim ke koran mana, Mas, cerpen saya?"
 
"Coba kamu baca lagi halaman sastra koran yang terbit di Jakarta. Nanti kamu akan tahu, cerpenmu itu cocok dikirim ke koran mana."
 
Di akhir Januari 2021, Daru mengabarkan dengan gembira, "Alhamdulillah, Mas! Cerpen saya dimuat di koran Republika!"
 


Saya senang melihat cerpen dan namanya terpampang di koran Republika. Begitulah sejatinya Rumah Dunia: menyiapkan pembaca dan penulis di masa depan untuk negeri ini.
 
Kata saya gembira, "Sekarang nulis lagi."
 


Sudah 5 bulan berselang. Sebelum saya ke Jakarta mengikuti Perpusnas Writers Festival, 14-18 Juni 2021, Daru mendekati. "Mas, setelah jadi Duta Baca Indonesia, pasti sibuk, ya..."
 
"Kenapa?" saya penasaran.
 
"Saya nulis cerpen lagi."
 
Saya tersenyum dan mengangguk, "Mari, kita berdiskusi lagi."
***
 
Daru adalah peserta Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan 26. Pada 2015, dia datang dari Bekasi dan diterima kuliah di UIN SMH Banten. Ketika SMA, hari-harinya diisi dengan menjaga toko kelontong bibiknya di Sukatani, Bekasi.
 
"Saya 'nol' sastra. Nggak pernah baca buku," kisahnya. "Ketika teman mengajak saya main ke Rumah Dunia, saya penasaran, apa itu 'Rumah Dunia'. Tempat apa itu."
 
Dari ikut-ikutan, kemudian Daru bergabung di Kelas Menulis Rumah Dunia dan Majelis Puisi yang diasuh Toto St Radik. Dia merasa betah, karena ada ruang untuk menyalurkan bakat menyanyi bersama Firman Venayaksa. Dia juga belajar kepada semua penulis yang kami undang ke Rumah Dunia. Tiba-tiba saja Daru  jadi tenggelam dengan buku dan coba-coba jadi host di akun YouTube Rumah Dunia TV.
 
Saya melihat keseriusannya. Saya tawari dia untuk tinggal di Rumah Dunia jadi relawan. Dia menerimanya tanpa berpikir lagi. Sambil kuliah dia menyapu halaman Rumah Dunia, mengurusi kegiatan reguler Rumah Dunia, memenuhi undangan warga di desa-desa dengan mobil Perpustakaan Keliling Rumah Dunia, dan menjadi pelayan bagi orang-orang yang ingin belajar di Rumah Dunia. Setiap malam dia membacai buku-buku yang ada di rak rumah dunia.
***
 
Enam tahun berlalu. Dia beberapa kali memenangi lomba menulis esai. Hadiahnya bisa untuk mengongkosi kuliahnya. Sekarang dia jadi wartawan koran Radar Banten. Satu novel berhasil ditulisnya: Purnama di Citarum. Sedang S2 di Untirta Banten. Juga dipercaya jadi host di Podcast Radar Banten.
 
Di Rumah Dunia banyak orang seperti Daru, yang dalam 5 hingga 10 tahun berkembang kualitas hidupnya gara-gara buku. Karya esai, puisi, dan cerpen mereka menghiasi koran lokal dan nasional. Ada pedagang gorengan jadi wartawan Banten Raya Pos, pemulung jadi editor di MNC Group, anak kampung di Banten Selatan jadi tim kreatif di Gramedia majalah, anak petani menempuh pendidikan S2 dan S3 di Leiden, yang jadi diplomat, yang membangun media online, jadi YouTuber, yang bekerja di TV lokal, yang membuka usaha penerbitan dan production house, yang jadi diaspora di luar negeri... Mereka memiliki keterampilan menulis. Mereka berdaya dengan buku.
 
Saya, Toto St Radik, dan kini Firman Venayaksa, menemani mereka belajar jurnalistik, sastra, musik, dan film. Menyemangati mereka. Mengikuti mereka. Membebaskan mereka untuk jadi diri sendiri dalam berkarya. Tapi yang paling penting dari semua itu: jiwa kerelawanan. Ingat, manusia jika mati hanya meninggalkan tiga perkara: anak yang soleh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah.
 
Jl. Jaksa, Jajarta, 15 Juni 2021
 
*) Penulis adalah Duta Baca Indonesia.
 
Keterangan foto:
1. Ilustrasi cerpen Serban Pak Kiai karya Daru Pamungkas di koran Republika edisi Minggu, 31 Januari 2021
2. Daru Pamungkas menghadiri Perpusnas Writers Festival, Senin 14 Juni 2021 di Perpusnas RI, Jl. Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

http://sastra-indonesia.com/2021/06/daru-pamungkas-dari-nol-sastra-hingga-berdaya-dengan-buku/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar