Senin, 07 Desember 2020

Niduparas Erlang, Menggoyang Kekukuhan Bahasa Indonesia

Peresensi: Ahmad Farid Yahya *

Jawa Pos, 6 Des 2020
 
Novel ini menyajikan kerumitan bahasa dengan tujuan membuat bahasa Indonesia berkelindan dengan bahasa daerah.
 
MEMBACA novel Burung Kayu serupa anak bayi belajar bahasa. Novel ini menyajikan kerumitan bahasa, di mana bahasa Mentawai berkelindan dengan bahasa Indonesia baku dalam rangkaian kalimat-paragrafnya. Tanpa catatan kaki, tanpa glosarium. Serupa anak kecil yang mulai memahami kosakata baru, satu per satu.
 
Burung Kayu merupakan novel yang menarik perhatian juri dalam ajang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2019. Predikat menarik perhatian juri –yang tak sampai juara I, II, maupun III ini– ternyata jebol pada ajang Kusala Sastra Khatulistiwa 2019–2020. Alih-alih tersingkir pada short list, Burung Kayu malah memenanginya.
 
Novel ini berkisah tentang seseorang yang mau membalas dendam, tetapi tak kunjung terlaksana dan malah pindah ke tempat lain gara-gara program pemerintah. Kisah-kisah di dalamnya menyajikan kontradiksi ’’maksud baik’’ versi pemerintah dengan versi masyarakat adat. Masyarakat daerah dipaksa untuk memeluk agama resmi di negara ini dan berbagai macam ’’maksud baik’’ lain ala pemerintah.
 
Sebuah hal yang bertolak belakang dari kebebasan memeluk agama dan keyakinan. Selain itu, dalam novel ini Niduparas Erlang mengangkat unsur sastra lisan ke dalam Burung Kayu. Kepercayaan bahwa sikerei merupakan orang yang dipilih adalah salah satu unsur khazanah sastra lisan yang dihadirkan dalam novel Burung Kayu.
 
Kisah dari nenek moyang yang masih dipercaya dan dipegang teguh. Kekukuhan bahasa Indonesia dipertanyakan kembali dalam novel karya Niduparas Erlang ini. Bagaimana tidak, dalam bab-bab awal, paragraf-paragrafnya penuh dengan kosakata bahasa Mentawai yang bagaimanapun rumit sekali dimengerti oleh orang-orang yang tidak memahami bahasa tersebut. Membacanya mesti sabar dan mengerutkan dahi untuk mencari makna yang terkandung dalam kalimat-kalimatnya.
 
Bangunan paragraf yang penuh dengan bahasa daerah ini bukan semata-mata keidealisan penulis untuk mempertahankan bahasa asli seperti banyak penulis yang ogah mengganti istilah daerah ke bahasa Indonesia karena dirasa kurang mampu mengartikan dengan tepat. Lebih dari itu, Niduparas meramu kalimat, paragraf, jalan cerita, dengan sebegitu rupa untuk memberikan –mencekoki– anak bayi ini dengan kosakata baru.
 
Sehingga yang dilakukan penulis tak hanya asal menulis bahasa daerah. Tapi juga merancang keseluruhan teknik penulisan untuk membuat pembaca menjadi paham kata-kata bahasa daerah tersebut tanpa catatan kaki maupun glosarium. Melainkan dengan kosakata yang diulang-ulang pada konteks yang berbeda-beda.
 
Tentu teknik tersebut adalah hal yang begitu rumit. Alih-alih semata-mata idealis karena tak mau mengganti bahasa daerah dengan bahasa Indonesia yang baku, penulis melakukan inovasi yang melebihi itu. Yakni, membuat bahasa Indonesia berpelukan dengan bahasa daerah. Sebuah novel yang akan memiliki tempat tersendiri di hati pembaca.

Judul: Burung Kayu
Penulis: Niduparas Erlang
Penerbit: Teroka Press
Terbit: 2020
Tebal: 183 halaman

*) Penulis asal Lamongan. Buku yang sudah terbit: Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian (2020) dan Upacara Penyeretan Jiwa (2020). Founder komunitas SAMUDRA. Saat ini mengelola penerbit indie Sastrakelir. https://sastra-indonesia.com/2020/12/menggoyang-kekukuhan-bahasa-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar