Minggu, 09 Agustus 2020

ESKA, Bukan Sekedar Lembaga Teater

Anna Zakiyyah Derajat

Teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media yaitu percakapan, gerak, dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, music, nyanyian, tari, dan sebagainya.

Teater Eska adalah teater yang ada di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Teater Eska tidak secara instan berdiri namun teater ini berdiri atas adanya berbagai kegiatan oleh seniman atau kelompok seniman yang melakukan pementasan seni (musik, sastra maaupun teater)  pada tahun 1970-an. Para seniman yang melakukan pementasan di IAIN saat itu adalah Umbu Ladu Paranggi, Rendra, Badjuri Abdullah Yusro, juga para seniman dari IAIN  itu sendiri seperti Masbuchin, Su’bah Asa, Faisal Ismail, Daelan M. Danuri, dan lain-lain. Selain itu, berdirinya Eska didorong pula dengan adanya kegiatan seni dan sastra yang sering dilakukan oleh pihak IAIN seperti orkes gambus Al-Jami’ah dan lahirnya majalah ARENA sebagai media sastra representatif dan juga munculnya kelompok-kelompok sastra di berbagai Fakultas IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pada mulanya, ESKA ini adalah KSU (Kelompok Seni Ushuludin) yang kemudian dibubarkan dan berganti menjadi satu lembaga seni tingkat institute dengan nama TEATER ESKA. Lahirnya teater Eska ini ditandai dengan adanya pentas drama “Kesadaran yang kembali” pada 18 Oktober 1980. Kemudian, Eska sendiri mendapat pengakuan dengan turunnya SK Rektor tahun 1982 yang menyatakan bahwa teater Eska merupakan lembaga kesenian institute yang berafiliasi dengan lembaga P3M (Pusat Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat).

Setiap lembaga pastinya memiliki visi dan misinya tersendiri, begitu pula dengan Teater Eska ini, secara redaksional orientasi, visi dan misi teater Eska itu sebagai berikut:

Orientasi, humanisasi yaitu menggali dan mewujudkan seni islam secara progresif, serta memberikan alternatif bentuk kesenian seperti, teater, sastra dan musik.

Visinya itu sendiri adalah liberasi, yaitu membebaskan umat dari berbagai bentuk fisikal maupun metafisikal. Sedangkan misi teater Eska adalah transendensi, yaitu mendampingi, mendorong, meningkatkan kuliatas pemikiran dan penghayatan spiritualitas umat dalam beragama dan berbudaya. Aktifitas teater Eska secara umum dapat dkelompokkan ke dalam berbagai bentuk seperti, aksi seni (performance action) aksi wacana (appreciation action), dan aksi budaya (cultural action).

Dari ketiga aksi itu dapat dispesifikasikan sebagai berikut:  dalam aksi seni itu sendiri mencakup berbagai pementasan yang telah diprogramkan. Sedangkan aksi wacana itu adalah berbagai bentuk kegiatan yang telah diprogramkan maupun yang bersifat temporal untuk meningkatkan kualitas pemikiran dan apresiasi seni anggota teater Eska. Dan terakhir adalah aksi budaya yaitu mencakup pada keterlibatan teater Eska dalam kegiatan-kegiatan seni budaya di tengah masyarakat yang bersifat temporal.

Beranjak dari sejarah berdirinya teater Eska yang telah saya paparkan di atas, kali ini saya akan memperkenalkan arti lambang yang menjadi ciri khas teater Eska ini.

Oke, sejatinya teater Eska ini telah mengalami tiga kali perubahan lambang. Pertama, gambar kubah di atas telapak tangan. Kedua, gambar segitiga bertingkat tiga dalam separuh lingkaran. Dan yang ketiga, gambar segitiga bertingkat tiga dalam ornamen dalam separuh lingkaran.

Makna dari lambang itu sendiri adalah dari garis separuh lingkaran (berbentuk mihrab) bermakna ruang panggung, sekaligus menjadi batas paradigmatik yang merujuk pada prinsip-prinsip budaya Islam. Gambar segitiga bertingkat tiga, menggambarkan landasan penciptaan (proses kreasi) dan bentuk perwujudan (proses ekspresi seni). Sebagai landasan penciptaan seni, gambar termaksud menunjukkan secara tekstual pada konsepsi iman, islam dan ihsan. Sebagai bentuk perwujudan seni gambar termaksud menunjukkan secara kontekstual pada realitas objektif (empiris), realitas subjektif (abstrak), dan realitas estetis (simbolis). Sedangkan ornamen-ornamen  sudut merupakan proses integral untuk mencapai bentuk dan komunikasi seni yang bersifat trasendental.

Baru-baru ini sebuah pertunjukkan naskah realis berjudul “Khuldi” dimainkan sangat apik oleh 11 pelakon dari teater Eska ini.

Naskah yang terinspirasi dari kisah nyata Adam dan Hawa yang diturunkan ke bumi akibat memakan buah khuldi, mampu merefleksikan kejadian-kejadian yang selama ini terjadi di Indonesia. Yang saat ini tergambar dengan sangat jelas permasalahan yang ada seperti masalah ekonomi, sosial, politik, agama dan yang lainnya yang belum tuntas. Pagelaran ini sebagai peringatan karya pertunjukan yang ke-33 yang telah dilakukan oleh teater eska. Dalam cerita ini, terlihat jelas bahwasanya dari beberapa adegan dapat disimpulkan tentang kesedihan yang dibicarakan pada kekosongan dan perihal yang berkaitan dengan hukum perkara boleh ataupun tidak.

Pagelaran terbaru ini, merupakan bukti prestasi yang dicapai oleh teater Eska, walaupun sebenarnya, masih banyak yang dapat dijadikan sebagai bentuk prestasi yang dihasilkan oleh lembaga seni ini.

20 Maret 2017

https://annazakiey.blogspot.com/2017/03/eska-bukan-sekedar-lembaga-teater.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar