Senin, 06 April 2020

DAILY X-OPAK

Muhammad Antakusuma

25 Marco, menindaklanjuti video call yang dilakukan saudara Zahid Asmara terhadap Anta Kusuma, yang terputus saat azan Magrib, dimana dalam panggilan salat tersebut sudah mengandung ajakan untuk salat di rumah.

Zahid ingin masukan untuk Youtube Kaliopak, yang jujur sampai saat ini mungkin bisa dihitung jari berapa kali saya membukanya, yang dari itu tentu lebih sedikit saya membukanya dengan mencuci tangan terlebih dahulu. Zahid meminta pendapat tentang bagaimana isi youtube tersebut. Ya tentu saja saya senang memberi masukan meski tanpa bayaran. Mereka adalah kawan, saya diberi Yang Maha Kuasa pengetahuan tentang media, dan saya merasa masukan saya banyak benarnya berdasar pengalaman yang sudah-sudah, ketika saya menjadi “konsultan”.

Kami sudah berbicara agak lama dengan Whatsapp video call sebelum magrib. Dan saya tahu Zahid mencatatnya, sehingga tak perlu saya ulangi di sini. Yang masih menggantung adalah pertanyaan Zahid tentang bagaimana nasib program Getuk Tular dan program Serambi? Apakah disatukan saja atau bagaimana? Sebagai latar belakang, Zahid gelisah dengan konten di Youtube Kaliopak yang begitu banyak. Ini bagus. Jika pembuat konten sudah gelisah, kemungkinan besar yang menikmati juga begitu.

Dalam keadaan Onar-19 seperti ini, saya memprediksi metode media dan kontennya akan berubah. Itu sudah terjadi. Jika Anda mengikuti program-program talk show ringan (“late night show” dan sejenisnya) di Amerika yang menjadi pusat media dunia lewat Youtube, Anda akan tahu bagaimana sekarang mereka membuat “show” dan bagaimana isi shownya. Kenapa saya berbicara tentang program ringan? Karena itu sesuai dengan apa yang selama ini dilakukan Youtube Kaliopak. Tidak, saya tidak berbicara tentang media berita yang mana di situasi seperti ini, sesungguhnya mereka sudah bersaing dengan info-info langsung yang bisa didapatkan lewat organisasi dunia, pemerintah, bahkan dari laporan masyarakat sendiri. Bagaimana industri media visual akan bertahan ke depannya, jika situasi masih seperti ini? Jika mereka masih mempertahankan jurnalisme seperti sekarang, itu akan ketinggalan. Mereka kemungkinan besar akan menggeser fokus ke  program laporan-laporan yang lebih mendalam, dan program-program ringan yang menghibur. Nah, karena Kaliopak tidak bisa melakukan yang pertama—dan tentu saja tak perlu melakukan itu, karena sudah banyak yang melakukan—maka masuklah ke yang kedua: program ringan yang mendidik sekaligus menghibur. Kenapa itu cocok? Kalian berkaca saja, itu semua ada dalam diri kalian sebagai anak muda terpelajar yang bersentuhan dengan nilai seni dan kebudayaan. Berangkat dari itu, maka akan mudah menjalankannya. Satu hal yang mungkin media lain tidak punya, yaitu kalian punya nilai kepesantrenan. Mantap kan? Nah, terus bagaimana praktisnya?

Menjawab pertanyaan Zahid, apakah program Getuk Tular dan Serambi perlu disatukan? Tanpa saya perlu melihat channelnya kembali (untuk hemat data), hanya coba berdasar ingatan, jawabannya: iya. Kenapa? Karena itu akan menghemat ide dan energi, terlebih di situasi begini. Jadi, alternatifnya gimana? Sekali lagi, ide ini mahal, tapi karena kalian kawan, aku bisa apa?

Fokuskan Youtube Kaliopak untuk dua program saja. Yang pertama adalah Live Ngaji Dewa Ruci. Yang ini nanti kita bisa bahas lebih lanjut bagaimana cara mengemas siarannya agar tak membosan, sehingga para anak muda punya alasan melihat ini daripada mencet-mencet IGnya. Yang ini, saya mungkin sudah akan meminta bayaran yang berupa kasih sayang. Yang kedua adalah coba program baru yang bernama “DAILY SHOW X-OPAK”.  Isinya adalah gabungan spirit dari Getuk Tular, Serambi, dan kondisi terkini. Langsung saja kita bayangkan isinya. Dua orang presenter duduk di kursi panjang di Pendopo yang selalu menjadi latar program. Warna program ini sebaiknya komedi, karena jika informasi bisa diselipkan dalam bentuk komedi, kurasa orang yang melihatnya akan mendapatkan dua manfaat sekaligus: informasi yang bernilai serta ketidaktegangan. Dalam kondisi seperti ini, dua hal itu menjadi penting kan? Dengan durasi program 5 menit setiap kali tayang, apa saja isinya? Presenter akan membuka program dengan berita-berita yang bergentayangan di dunia dan Indonesia. Mereka akan komentari itu di mana kemudian bisa masuk grafis-grafis yang mendukung komentar mereka. Setelah itu, bisa masuk ke wawancara tokoh yang berhubungan dengan hal yang sedang dibahas, bisa lewat video, audio, atau rekaman yang dikirimkan narasumber lewat rekaman dirinya melalui Whatsapp. Betul, tugas editor akan menjadi sangat-sangat penting di sini untuk menjaga visual dan aliran-aliran informasi yang ditayangkan. Setelah itu, bisa masuk ke seharian di Pondok Kaliopak (2 menitan saja, yang bisa berisi tips masak pada situasi seperti ini. Persiapkan rekamannya di dapur sehari sebelum pengambilan gambar presenter. Bisa juga tayangan bagaimana warga menghadapi kondisi ini atau tips-tips kesehatan oleh teman-teman Kaliopak, yang memperagakan gerak kesehatan di pinggir sungai, dll, dan lalu lalu). Setelah itu, kembali ke presenter yang menutup program. Ini sudah pepak banget,” yang mana hampir semua ide untuk memberikan yang terbaik ke masyarakat secara visual dalam kondisi seperti ini sudah ada di dalam program tersebut. Jangan kepanjangan, orang akan bosan dan kita harus tahu diri juga belum menjadi orang terkenal, sehingga berangkatlah dari yang pendek-pendek, tapi masuk ke relung-relung hati pemirsa. Dan aku membayangkan setiap kali program ini tayang, dibutuhkan waktu setidaknya dua hari untuk eksekusianya. Satu hari untuk siapin bahan yang akan diperbincangkan, satu hari yang lain untuk mengambil gambar presenter yang akan ngoceh. Pada kondisi seperti ini, aku cuma ingin berpesan: santai saja dan jaga kesehatan.

Salam Sabun!
Anta, di rumah Kotagede.
http://sastra-indonesia.com/2020/03/daily-x-opak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar