Rabu, 22 Agustus 2012

Sayap-Sayap Langit ke Tujuh

Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/

Ada pertalian khusus tema Padhang Mbulan 11 Maret 2012 dengan Padhang Mbulan 6 April 2012, yakni lontaran pemikiran Cak Nun mengenai tingkat kedalaman pengetahuan Nabi Muhammad. Hingga pada pertemuan April kemarin Cak Nun getol membahas ulang soal pertanyaan: Apakah Rasul mengetahui jika di planet lain ada makhluk? Sejak kapan Rasul mengetahui segala hal yang sudah dan akan terjadi dalam sejarah? Berapa persen tingkat pengetahan Rasul dibanding tekhnologi mutakhir? Pertanyaan kritis tersebut dilontarkan Cak Nun sebagai banding. Karena selama ini pemahaman yang berkembang dan atau dikembangkan sebatas Rasul berpredikat bodoh, polos, jahil, bergaya dan mengembangkan teori hidup melarat.

Dari beberapa lontaran pertanyaan di atas, Cak Nun kemudian mengurai secara aplikatif merujuk beberapa riwayat hadist. Misal, pada pra-momentum isro’ mi’raj, Rasul terlebih dulu dibredel dadanya, dibersihkan kotoran hatinya dan apa pun yang berkenaan dengan gumpalan sifat buruk. Proses operasi pembersihan perangkat dalam-Rasul tersebut, Alloh cukup ‘merubah struktur jaringan otak’dari posisi semula, posisi struktur otak standar manusia. Sistim perubahan sruktur otak tersebut meliputi terbukanya, tersambungnya susunan saraf-neurolog- hingga berfungsinya lapisan denciti dan beberapa saraf pada otak manusia yang belum dimaksimalkan. Itulah kemudian yang membedakan tingkat nilai cara berfikir Rasul dengan dengan manusia lain.

Terhitung sejak perubahan struktur saraf otak, Rasululloh berpotensi mengetahui wawasan-fisik metafisik-lebih kompleks dan signifikan dalam berbagai rumus kehidupan. Kompleksifitas pengetahuan tersebut kemudian membentuk perilaku-sunnah- Rasul sebagai percontohan bagi ummat. Dengan kata lain, pijakan perilaku Rasul adalah referensi otak yang berwawasan katam kehidupan global, wes eroh opoae, baik yang tersembunyi dalam kandungan bumi dan yang tersebar di seluas hamparan langit. Dengan sendirinya bagi orang yang katam mengetahui rumus kehidupan, wareg mangan uyah,… halah paling karepe Kapitalis; ngene, karepe Sosialis; ngunu, karepe Komunis; ngonoiko kerepe Agamis; ngeneiki…sangat mudah merumuskan masalah yang jelimet, ruwet, berteletele-absurditas sekali pun menjadi praktis dan ramping. Merekam konsep yang disuarakan Cak Nun pada 6 April 2011 bahwa manusia yang sudah menyinggahi lapisan langit ke tujuh akan mampu merangkum hal yang sulit menjadi gampang. Kewaregan teori hidup Rasululloh dikarenakan memilih mreteli berbagai hijab diri menuju intensitas tertinggi.

Tentu pemahaman Cak Nun mengenai langit sap tujuh bukan umumnya idiomatik budaya yang selama ini berkembang. Yakni bahwa ada langit di atas yang bersap-sap hingga tujuh kali, kemudian ada ruang arsy lengkap dengan kursi duduk yang Alloh sedang leha-leha mengatur tombol-tombol jagat raya. Langit dalam pemahaman praktis berupa sebentuk capaian capaian proses pendewasaan seseorang dari belum berperilaku A menjadi berperilaku A, dari berperilaku X meningkat ke berperilaku Z, dst. Capaian tersebut bisa berupa faseologi kesadaran manusia dari predikat setara hewan-hewan yang bersosial-hewan yang tidak cukup hanya bersosial sebab mengalami kebuntuan dan memerlukan metafisik yang disebut Tuhan.

Begitu juga pemahaman mengenai surga dan neraka. Bahwa gambaran mengenai situasi surga-dengan segala fasilitasnya yang nyaman-serta neraka dengan segala fasilitasnya yang menyiksa-hanyalah gambaran analogi yang mampu dipahami manusia di zamannya. Gambaran yang menyangkut kadar simbol idiomatik perangkat budaya. Namun yang lebih praktis memahami ahli surga adalah orang yang berperilaku menyamankan diri dan menyamankan orang lain, tidak tekor. Sedang yang dimaksut neraka adalah jika seseorang berkarakter mengenakkan diri namun menyengsarakan orang lain. Sebab ada pribadi lain yang terpanggang bara sebagai tumbal melengkapi keenakan pribadinya.

Bagi manusia yang tidak mengalami pengontruksian pemikiran, masih mengandalkan alat-untuk menempuh capaian langit. Fungsi alat jelas untuk menutupi kelemahan manusia. Astrolog termutakhir menemukan bahwa jumlah planet tidak hanya 9 dengan planet termuda ditemukan yang bernama Saturnus dan Pluto, melainkan berjuta-juta planet di ruang mahaluas tak terbatas. Kemudian dikelompokkanlah satu gugusan planet yang disebut superclaster yang dihuni 100 bintang, dan jumlah superclaster di ruang tak terbatas ini hingga bermilyar-milyar. Nah, menghitung fungsi dan guna jagatraya yang demikian luas dengan jumlah planet sedemikian banyak, rasanya terlalu mubazir jika Alloh mencipta jagat seluas ini hanya diperuntukkan manusia yang menghuni satu planet kecil yang bernama Bumi. Kemungkinan sintesanya ada makhluk lain yang bukan berjenis jin, hewan dan manusia yang menghuni planet lain yang jaraknya entah berapa tahun cahaya km/dt dari Bumi. Artinya melebar ke pemahaman jika bumi kecil ini dikiamatkan, ada kemungkinan Alloh membikin makhluk baru yang kadar cintaNya setara dengan manusia. Sementara manusia masih sangat kerdil berkutat mengurusi realisme sosial-hukum eksistensialis.

Keber-ada-an (being self: kondisi kontruks pemikiran lama: eksistensialis) manusia tidak mampu mengudari jatidiri dari siapa yang disebut diri sesungguhnya. Manusia jenis ini berwawasan mentok sebatas jasad animasi hologram-prejengan-yang harus disembah dengan pencitraan. Tanpa sadar konsep jasadi demikian sebanding mempertebal hijab jatidiri bahwa diri bukanlah diri, tetapi ada dan berbentuk bayangan nilai perilaku. Menyebut nama seseorang misalnya, yang paling esensi dalam penilaian adalah klakoane, bukan prejengane.

Rasul tidak spesifik menyiratkan pengetahuannya tentang jagat raya dalam bentuk hadist. Sebab Rasul bertatakrama tawadluk dengan bahasa diam untuk hal-hal yang jauh dari jangkauan pengetahuan manusia. Dengan kata lain, tidak semua yang diketahui harus diberitahukan. Atau juga tidak ada sahabat yang radikal hingga menanyakan permasalahan tersebut. Hingga tabu bagi Rasul menjelaskan hal yang menyangkut privilige dirinya.

Yang perlu digarisbawahi dalam tema di atas adalah kejenialan Cak Nun dalam menangkap bahasa diam Rasul. Bahwa kenapa Rasul selalu menangisi ummat? Karena dalam wacana pengetahuan global mengenai kehidupan, ummat manusia selalu salah menerapkan struktur pemikiran, dan pasti kapusan. Setara yang diurai Jean Paul Sarte dalam istilah ‘sintesis intensional’ (The Psychology of Imagenation, New Jersey1972.hal;25), yakni menggali obyek imajinasi, kemudian menggabungkan sejarah lampau dan akan datang yang terburai untuk menghadirkan bayangan baru yang bermanfaat.

*) Sabrank Suparno, Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011. Bergiat di Lincak Sastra Jombang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar