Kamis, 09 Februari 2012

RAGAM MANUSKRIP: STUDI MAKNA DAN FUNGSI TEKS SYAIR KANJENG NABI

Agus Sulton
http://sastra-indonesia.com/

Keberagaman isi dari naskah-naskah Nusantara tersebut bisa dijadikan sumber yang otentik dengan merekontruksi situasi dan kondisi yang ada pada peristiwa masa lampau untuk dijadikan jembatan penghubung bagi pemikiran masa kini. Dalam hal ini, naskah lama merupakan dokumen kebudayaan yang merekam berbagai data dan informasi tentang kesejarahan dan kebudayaan daerah yang juga sarat dengan nilai-nilai kehidupan manusia.

Menurut Tuti Munawar (1997: 44) naskah-naskah kuno mengandung berbagai gagasan, pendapat, pengertian, perasaan, pengalaman jiwa, dan pandangan hidup yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Karena itu, isi yang jelas tersurat dalam naskah-naskah kuno Nusantara bermacam-macam, misalnya dongeng, hikayat, cerita, rakyat, babad, silsilah sampai sejarah, surat-surat, perjanjian-perjanjian, tatacara, upacara, hukum adat, sampai undang-undang.

Keberagaman naskah-naskah Nusantara tersebut tidak hanya dari segi isinya, tetapi juga dari segi bentuk, bahasa, aksara, dan bahan yang digunakan. Dari segi bentuknya, naskah-naskah tersebut ada yang berbentuk prosa, prosa berirama, puisi, drama, dan sebagainya. Naskah Nusantara ditulis dalam berbagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Bugis, Makasar, Banjar, dan Walio. Demikian pula aksara yang digunakan, ada aksara Bali, Jawa, Sunda, Jawi (Arab-Melayu), Pegon, Bugis, Makasar, Karo, Mandailing, Rejang, Toba, Lampung, dan Kerinci (Djamaris, 2002: 5).

Edwar Djamaris (2002: 5) menambahkan, naskah-naskah itu dapat dikatakan sebagai periode atau tahap kedua dalam kehidupan sastra pada umumnya. Tahap pertama kehidupan sastra itu muncul secara lisan, sebelum orang mengenal tulisan. Setelah orang mengenal aksara, orang mulai menulis dokumen, atau karangan, terutama yang berupa karya sastra. Karya sastra mulai ditulis dan kemudian disalin oleh orang lain. Hasil penulisan dengan tangan inilah yang disebut naskah. Naskah itu diperbanyak dengan menyalin sehingga suatu teks ada kalanya terdapat dalam dua naskah atau lebih.

Dalam konteks itulah, tradisi tulis dikalangan masyarakat Nusantara sudah dimulai sejak masa lampau, terlebih dari kalangan umat Islam Nusantara, yang juga turut mendorong lahirnya sejumlah besar naskah-naskah keagamaan.

Menurut Achdiati Ikram (1997: 140), bahasa Arab menjadi bahasa ilmu agama yang wajib dipelajari oleh setiap orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran agama sampai ke sumbernya yaitu al-Quran dan Hadist. Maka, karangan berbahasa Arab oleh para ulama pribumi merupakan bagian dari khazanan naskah yang diwariskan kepada kita.

Kenyataan itu memungkinkan teks naskah keagamaan yang ditulis tidak akan lepas dari ajaran-ajaran dan tuntunan agar dapat mempengarui individu atau kelompok pendukung proses (aktivitas) tertentu. Achdiati Ikram mengemukakan (1997: 139-140) naskah-naskah yang berisi ajaran Islam ada bermacam-macam. Yang tertua ialah yang ditulis dalam tulisan buda atau gunung yang berisi informasi tentang bentuk agama Islam yang dianut masyarakat pada awal agama Islam di Indonesia.

Dalam bahasa Melayu, kita memiliki tulisan Ar-Raniri, Hamzah Fansuri, dan lain-lain yang berisi ajaran tentang fiqih, tauhid, dan tasawuf, sering kali dalam bentuk tanya-jawab, puisi atau uraian prosa. Karangan dalam bahasa Arab yang dikatakan ditulis oleh ulama atau guru agama nampaknya bukan ditulis sendiri melainkan oleh muridnya. Bahasa Arab dalam tulisan semacam itu lazimnya memiliki ciri-ciri khas yang menyimpang dari bahasa baku. Dalam tulisan Arab-Jawa yang juga disebut ”pegon”, kita dapati glosa-antar-lirik yang dituliskan diantara teks bahasa Arab; yang ditulis dalam pegon ialah terjemahan atau bahkan interpretasi tentang teks Arabnya.

Tulisan-tulisan itulah yang akhirnya disebut dengan naskah lama (manuskrip). Naskah lama adalah salah satu tulisan tangan berbentuk dokumen yang sangat penting dari peradapan masa lampau. Melalui naskah itu dapat diketahui secara lebih konkrit tentang kebudayaan suatu suku dan bangsa dari pelosok Nusantara. Menurut Roger Tol (dalam Robson, 1994: ix) tiap-tiap naskah menampilkan ceritanya dan menyimpan rahasia yang kemudian baru terungkap setelah naskah itu dibuka, dibaca, dan diteliti. Proses pemecahan ini, yaitu usaha untuk ”mendobrak” sebuah teks dengan daya-upaya yang tersedia dikenal sebagai kerja filologis.

Dalam berbagai ragam dan jenis sastra lama itu, khazanah sastra klasik sebagian naskah berbentuk puisi atau syair. Akhmad Muzakki dalam Kesusastraan Arab (2006: 41) mengakatan bahwa syair berarti nyanyian, lentunan, atau melagukan. Asal kata ini telah hilang dari bahasa Arab, namun masih ada dalam bahasa lain syuur dalam bahasa Ibrani berarti suara, bernyanyi, dan melantunkan lagu.

Sunarjo menambahkan (2001: 1), syair adalah salah satu jenis puisi Melayu lama yang terdiri atas empat larik dan berirama aa aa, setiap bait terdiri atas empat larik yang terdiri atas 9, 10, dan 12 suku kata. Bait-bait dalam syair biasanya membentuk sebuah cerita.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa naskah klasik yang berbentuk syair pada masa lampau terindikasi banyak berbentuk cerita, terutama naskah-naskah Islam. Tidak menutup kemungkinan—untuk mengkaji naskah-naskah nenek moyang kita itu dapat memahami dan menghayati pandangan serta cita-cita yang menjadi pedoman hidup orang-orang masa lampau (Sudjiman, 1995: 46).

Dalam hal ini, cerita Islam yang dikemas dalam bentuk syair adalah Syair Kanjeng Nabi (SKN). Di dalam kolofon teks SKN dijelaskan, bahwa syair tersebut dinamai dengan Syair Kanjeng Nabi. Kanjeng yang dimaksud di sini adalah Nabi Muhammad. Keberadaan cerita lebih ditonjolkan pada doa, sedikit cuplikan sejarah Nabi Muhammad, dan unsur dakwah atau pitutur.

Ringkas cerita awal teks SKN menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad lahir di Makah anak laki-laki dari kyai Abdullah ibu Dewi Aminah, selama masih dalam kandungan, ayah nabi Muhammad sudah meninggal dunia. Tidak begitu lama setelah kelahiran Nabi Muhammad sang bunda Dewi Aminah menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Dalam posisi seperti itu, Nabi Muhammad berada di kota Madinah diasuh oleh pamannya, yaitu Abu Tholib, seorang putra Abdul Muthalib.

Selang beberapa tahun Nabi Muhammad kembali ke Mekah dan menikah dengan Siti Khodijah. Tidak begitu lama, malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad di Gua Hira. Awalnya setelah Nabi Muhammad mendapatkan wahyu, kemudian berdakwah ke kerabatnya dan berlanjut ke kaum Quraisy didampingi oleh para sahabat nabi yang telah sepakat mempercayai terhadap syariat Islam.

Dari sedikit ringkasan cerita awal teks tersebut, SKN berisi tentang keluarga Nabi antara lain ayahnya (Abdullah), ibunya (Dewi Aminah), kakeknya (Abdul Muntholib), dan istrinya (Siti Khodijah). Dalam cerita teks SKN selanjutnya lebih kepada ajaran (dakwah) syariat Islam yang dikonsep dalam bentuk syair dan doa-doa mujarab atau syair doa.

Di pihak lain, ada sesuatu yang menarik saat mengkristalisasi atau membahas tentang Nabi Muhammad, kerena sosok beliau merupakan sosok yang sudah banyak dimengerti oleh banyak umat khususnya yang beragama Islam. Nabi Muhammad juga bergelar al-Amin, yaitu Muhammad yang dipercayai. Beliau lahir dalam keadaan yatim di tengah-tengah kaum Quraisy (Jahiliyah), tidak ada guru yang mendidik dan mengajar beliau, untuk memberitaukan susuatu yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan mudharat, dan mana diantara yang halal dan yang haram.

Untuk itu sastra lama banyak menyimpan sesuatu yang unik dan perlu dikaji atau dipelajari kembali, sekaligus menggali sumber budaya masa lampau kemudian dikorelasikan dengan kehidupan sekarang, akhirnya kegunaan sastra benar-benar diketahui. Dari itu pulalah sastra lama akan berfungsi, secara otomatis sastra lama yang kental daya estetikanya dapat memberikan daya gerak luar biasa terhadap pembaca.

*) Tinggal dan berkarya di Ngoro-Jombang (fb: soeketboe@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A. Azis Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Muttaqin A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.S Laksana A’Syam Chandra Manthiek Aang Fatihul Islam Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Aditya Ardi Nugroho Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Mulyadi Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Sulton Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Idris Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Ali Rif’an Amien Kamil Andhi Setyo Wibowo Andry Deblenk Anggi Putri Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Arie MP Tamba Arisyntya Hidayah Artikel Ary Nugraheni Asarpin Ayu Nuzul Balada Beni Setia Benny Benke Berita Binhad Nurrohmat Budaya Bung Tomo Bustanul Arifin Catatan Catullus Cerbung Cerkak Cerpen Chamim Kohari Choirul Cucuk Espe Dami N. Toda Daru Pamungkas Denny JA Denny Mizhar Devi M. Lestari Dhenok Kristianti Dian DJ Dian Sukarno Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Saryono Dody Yan Masfa Donny Darmawan Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Permadi Emha Ainun Nadjib Endah Wahyuningsih Esai Esti Nuryani Kasam Eva Dwi Kurniawan Evan Gunanzar Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Fanani Rahman Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrahman Karyadi Fathurrochman Karyadi Fathurrozak Felix K. Nesi Forum Sastra Jombang Galuh Tulus Utama Gandis Uka Geguritan Gol A Gong Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gus Noy Gusti Eka Hadi Napster Hadi Sutarno Halim HD Hamka Hamzah Tualeka Zn Hardy Hermawan Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Husnul Khotimah Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imas Senopati Indria Pamuhapsari Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. J Anto Jamal Ma’mur Asmani John H. McGlynn Jombangan Junaedi Kalis Mardiasih Kardono Setyorakhmadi Kasnadi Kemah Budaya Panturan (KBP) KetemuBuku Jombang Ki Ompong Sudarsono Kiki Mikail Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Latief Noor Rochmans Liestyo Ambarwati Khohar M Rizqi Azmi M. Aan Mansyur M. Abror Rosyidin M. Badrus Alwi M. Lutfi M. Shoim Anwar Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Massayu Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Mh Zaelani Tammaka Miftachur Rozak Muhamad Taslim Dalma Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mukadi Mukani Munawir Aziz Musfeptial Musa Nawa Tunggal Nawangsari Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Chasanah Nurel Javissyarqi Ocehan Oei Hiem Hwie Oka Rusmini Opini Padhang Mbulan Paguyuban Ludruk Karya Budaya Mojokerto Parimono V / 40 Plandi Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Prosa Puisi Purwanto Putu Wijaya R Giryadi Raedu Basha Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan Al-yafi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Resensi Reyhan Arif Pambudi Ribut Wijoto Robin Al Kautsar Rodli TL Rony Agustinus Rudi Haryatno Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Arimba S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Samsudin Adlawi Sasti Gotama Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Selendang Sulaiman Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Silka Yuanti Draditaswari Siti Sa'adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sugito Ha Es Suharsono Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad T Agus Khaidir Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tri Wahyu Utami Ulfatul Muhsinah (Oshin) Umar Fauzi Ballah Universitas Jember Virdika Rizky Utama Vyan Tashwirul Afkar W.S. Rendra Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Wong Wing King Yanuar Yachya Yudhistira Massardi Yusuf Suharto Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar